(sumber kompas)
Apa Benar Pemekaran Untuk kesejhataan Rakyat Papua
Pemekaran bagaikan fenomena gunung es yang tidak bisa dibendung lagi, khususnya tempat saya di Papua. Hal ini tentunya mengungtungkan masyarakat setempat, karena tujuan utamanya tidak lain untuk meningkatkan pelayana masyarakat. Tetapi yang menyakitkan dan menyebalkan hal ini (red:pemekaran) bukan dijadikan kesempatan untuk memajukan masyarakat, malahan dijadikan ajang untuk memerkaya diri para penguasa.
Saya secara pribadi, jengkel dan jengkel dengan hal ini, sehingga secara tidak langsung saya menyuarakannya dalam sebuat tulisan ini. semoga tulisan ini menjadi suara dari rakyat miskin di Papua.
Salah satu tujuan utama diadakannya pemekaran berbagai Kabupataen baru seperti Dogiyai, Kamu Tengah, Lani Jaya, Mamberamo Tengah, Nduga dan beberapa saat lalu dimekarkannya Provinsi Irian Jaya Barat oleh Menteri Dalam Negeri adalah untuk tujuan mempercepat pembangunan dan lebih mensejahtrakan rakyat pribumi. Melihat gencar-gencarnya pemekaran berbagai Kabuptaen baru seperti ini memberikan suatu pertanyaan kepada kita khayalak umum terlebih khusus bagi yang berpendidikan ada apa sih dibalik semua pemekaran itu.
Dengan tujuan utama diatas memberikan suatu pertanyaan buat kita betulkah tujuan utama pemekaran adalah mempercepat pembangunan dan mensejahtrakan rakyat pribumi seperti yang telah dicanangkan terlebih dahulu. Sedikit menanggapi pernyataan diatas bahwa para penjabat daerah yang mati-matian memperjuangkan agar daerah baru bisa dimekarkan perlu tinjau dan menoleh kebelakang bahwa Otonomi Khusus telah diberlakukan sejak dikeluarkannya Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus tujuh tahun yang lalu, tetapi apakah percepatan pembangunan dan kesejahtraan masyarakat pribumi di Provinsi Papua telah terlihat dan nyata wujudnya.
Banyak orang beralasan termasuk para penjabat daerah maupun para penjabat yang duduk di Provinsi bahwa kurang adanya sosialisasi tentang Otonomi Khusus ke daerah pelosok-pelosok pantai maupun ke daerah pedalaman-pedalaman pegunungan sehingga membuat Otonomi Khusus belum begitu dirasakan manfaatnya oleh seluruh kalangan masyrakat yang ada di Papua.
Jadi tidak berhasilnya pembangunan dan tercerai-berainya kesejahtraan rakyat pribumi sejak dicanangkannya Otonomi Khusus tujuh tahun lalu adalah alasan kurang adanya sosialisasi. Ini juga memberikan sebuah pertanyaan kalau kurang adanya sosialisasi kedaerah-daerah pelososok baik pedalaman maupun pantai kira-kira siapa yang bertugas didalamnya untuk membantu mensosialisasikan hal itu. Apakah para penjabat meminta agar masyarakat sendiri membantu dalam mensosialisasikan atau meminta kepada mahasiswa-mahasiswi yang selalu dipusingkan dengan pelajaran dibangku kuliah yang membantu mensosialisasikan, ataukah meminta kami para pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menegah Atas yang membantu dalam mensosialisasikannya.
Hal ini tidak bisa kita sebelah matakan, karena sebagaimana dana Otonomi Khusus yang dikucurkan tidak pernah mengalir kepada kami para mahasiswa, pelajar maupun kami para masyarakat untuk mengolahnya. Oleh sebab itu yang bertugas dalam mensosialisasikan hal ini adalah kalian para penjabat daerah yang telah dibebani dengan uang kami uang Otonomi khusus yang berjumlah miliaran rupiah. Dengan demikian tugas kalian para penjabat adalah harus, keharusan disini tidak memilih-milih dalam mensosialisasikan Otonomi Khusus sampai kepada pelopsok daerah Papua.
Kami orang awam mengerti bertul banyak alasan yang akan kalian pakai untuk tidak mensosialisasikan hal ini yaitu Otonomi Khusus kepada kami orang awam yang tidak berpendidikan. Berbagai alasan itu diantaranya mungkin kalian takut terhadap gigitan nyamuk didaerah kami yang menyebabkan malaria, kalian juga takut berjalan didaerah-daerah yang berbukit-bukit karena kalian selalu keenakan dengan mobil Inova maupun avanza, dan kalian juga takut untuk beristrahat malam di gubuk maupun honai yang kami miliki dan bangun karena kalian selalu tertidur lelap dengan tenang di spring bed miliki kalian yang sangat empuk.
Kalian memberikan berbagai alasan tersebut tetapi kalian tidak memikirkan bahwa dulunya kalian juga seperti kami sebelum kalian menjadi orang besar saat ini, dan terlebih lagi kalian juga tidak berpikir tempat tidur yang jijik, jalan-jalan yang tidak rata dan membingungkan dan nyamuk-nyamuk pengundang malaria yang kalian takutkan itulah yang selalu batin kami hadapi dan kami tertindas menghadapinya. Saat kami menghadapi berbagai cobaan dan tantangan menghadapi berbagai hal tadi membuat kami tersisik dan kami harus menyerah dengan keadaan yang membuat kami harus pulang kerumah bapak di surga. Disaat kami pulang ke rumah bapak disurga kalian menyebutnya bahwa angka kematian di Papua sangat tinggi itu semua salah kalian karena kalian tidak memperhatikan semua keluh kesah kami dalam menghadapi hidup di daerah yang penuh dengan emas permata.
Diatas merupakan sebagian dari keluh kesah yang ingin mereka keluhkan seandainya kalau mereka diberikan kesempatan untuk memberikan aspirasi mereka kepada para pejabat. Dengan melihat itu tidak puaskah kalian para penjabat untuk tetap membunuh mereka dengan alasan pemekaran. Dua orang aktivis pemekaran yang telah nyata-nyata memperjuangkan agar Papua bisa terpecah belah adalah Gubernur Irian Jaya Barat Bapak Abraham Oktovianus Ataruri. Kepiawaian dan kegigihannya dalam mengusahakannya sehingga saat ini Provinsi Irian Jaya Barat telah berdiri sendiri. Selain itu Bupati Kabupaten Nabire bapak Anselmus Petrus Youw, yang dengan sabar dan tabah masih memperjuangkan berdirinya Provinsi Irian Jaya Tengah.
Coba tinjau dan amati kembali apakah Nabire tempat sang aktivis memimpin sudah maju dan berkembang khususnya mensejahtrakan masyarakat Papua. Berjualan di emperan-emperan tokoh bahkan dibahwa tanah adalah kewajiban para tuan tanah yaitu mama-mama orang Papua, dan kalau diamati semua orang pendatang berjualan di daerah-daerah yang aman dan terjamin seperti dilos-los dan diatas meja-meja yang telah tersedia dengan baik. Cara seperti ini apakah bisa dikatakan masyarakat Papua sudah sejahtara dan pembagunan telah menyentuh masyarakat Papua terlebih khusus mereka yang di Nabire. Fakta ini dapat saya katakan karena saya sendiri yang telah mengunjungi beberapa pasar di Nabire.
Dengan demikian tujuan apalagi berapi-api untuk memekarkan Provinsi baru contohnya Irian Jaya Tengah, kalau saja Kabupaten atau daerah kecil yang dipimpin masih disebelahmatakan dan masih disampahkan. Dalam kepemimpinan sangat erat kaitannya dengana kepercayaan. Siapa yang bisa memimpin dengan baik dan benar maka otomatis siapapun termasuk sang pencipta akan mempercayainya sehinggan kedudukan maupun jabatan akan segera dipercayakan kepadanya. Kalau begitu percayakah masyarakat daerah kepada para aktivis pemekaran sehingga mereka mati-matian memperjuangkan ke Departemen Dalam Negeri untuk tetap memekarkan daerah baru di Papua.
Kesadaran dalam memimpin dan berorganisasi sangat diperlukan, jd siapapun kita perlu menyadari dan berkoreksi diri kira-kira kita berada diposisi yang mana sehingga dalam melangkah tidak salah dan berbenturan. Jangan kita mati-matian mengusahakan sesuatu kalau saja hasil nol alias tidak ada kepercayaan dari orang lain kepada kita. Setiap manusia mempunyai pikiran dan akal budi untuk menyadarinya, apalagi mereka yang berpendidikan dan pengalamana dalam berorganisasi maupun memimpin. Nah yang menjadi pertanyaan buat kita mereka sudah menyadari maupun mengetahui kelemahan yang telah mereka miliki, namun kayaknya mereka para aktivis pemekaran tidak memperdulikan kelemahan mereka. Dengan demikian ada apa dibalik semua itu?
Saya pernah berbincang-bincang dengan seorang alumni mahasiswa Instut Seni Indonesia Denpasar-Bali dalam perbincangan tersebut beliau mengukapkan suatu kalimat secara tidak sengaja namun kalimat ini menjadi perenungan dalam hidup saya, kalimat itu berbunyi demikain “ deh tau nggak kalau uang dan Roh Kudus telah berada di posisi yang sama dan sederajat, malahan posisi uang saat ini jauh lebih tinggi” dengan berusaha menyimak maupun memahami pernyataan tadi saya agak kaget bahkan heran betul juga pikirku saat itu.
Memikirkan hal tadi saya coba menyambungkannya dengan keadaan yang sedang terjadi di Papua, terkait adanya juga berbagai aktivitas pemekaran. Apakah aktivitas itu didasari oleh tujuan yang benar, yaitu dengan tujuan mempercepat pembangunan baik dalam sektor ekonomi, sektor budaya, sektor pendidikan dan sektor lainnya yang masih ketinggalan dengan daerah lain ataukah tujuannya adalah mencari uang untuk memupuk kekayaan dan memamerkannya kepada masyarakt umum ataukah masih ada tujuan lain yang terselubung yang dapat menguntungkan dirinya sendiri.
Dengan berpikr sejenak sayapun mengambil kesimpulan kalau saja berbagai hal tadi tidak dilakukan atas nama uang adakah diantara para penjabat daerah yang berjuang mati-matian untuk pemekaran daerah baru dengan mengorbankan uangnya sendiri. Kalau saja ada para penjabat yang mengorbankan uangnya untuk aktivitas pemekaran itu bisa dikatakan wujud kepeduliannya dan kecintaanya kepada majunya daerah Papua, tetapi jangankan mengorbankan uang sendiri tetapi mengorbankan uang rakyat untuk aktivitas tersebut bahkan ada lagi yang mengorupsinya apakah hal ini bisa dikatakan sungguh-sungguh dalam memikirkan pembangunan dan mensejahtrakan rakyat Papua. Ingat jangan jadikan uang sebagai segalanya sehingga membuat Papua terpecah belah dan yang ujung-ujung menguntungkan para kalangan atas.
Saya berani membicarakan hal ini karena sebagaimana saya membaca di surat kabar Suara Perempuan Papua beberapa saat lalu yang memberitakan tentang demo nuntut mundurnya Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah oleh gabungan mahasiswa dari Mamberamo Tengah. Heran bukan baru menjabat seumur biji jagung langsung diminta untuk segera mengudurkan diri. Alasan berbagai macam diantaranya korupsi uang rakyat, lebih sering tinggal di Jakarta padahal jakarta bukan tempat tinggalnya, dan sering berpergian keluar negeri tanpa alasan. Itukah bukti keuntungan dari pemekaran, seperti itukah orang-orang yang menyebut dirinya untuk ingin membangun Papua. Apakah pemekaran menghasilakan generasi Papua yang berbobot.
Banyak orang mengistilahkan orang-orang Papua sepert tikus mati diatas lumbung padi. Hal ini tidak bisa kita mengelahnya karena memanga betul Papua memilki berbagai sumber kekayaan alam yang berlimpah-limpah tetapi sampai sat ini yang menikmatinya bukan kita tetapi orang luar. Sebagaimana hal ini dikatakan karena beberapa saat lalu terjadi kelaparan hebat di Yahukimo, dan juga beberapa saat lalu didaerah Pania. Dari pengalaman diatas perlu untuk para penjabat daerah yang sedang menajabat maupun para penjabat yang sedang mengusahakan untuk memekarkan suatu daerah baru. Bahwa tidak ada cara lain selain memimpin suatu daerah dengan menanamkan sikap kepedulian.
Kalau saja sikap kepedulian telah tertanam dalam hati seluruh penjabat Papua, maka dengan sendirinya korup si yang selalu dianggap sebagai budaya Papua akan terkikis habis karena sikap kepedulian berbicara mengenai rasa kemanusiaan. Rasa kemanusian sangat anti dengan sifat keegoisan. Peduli disini tidak berbicara mengenai peduli hanya untuk mencari jabatan saja melainkan untuk kemajuan Papua yang lebih baik dan makmur sehingga kedepannnya Papua bisa menjadi berkat bagi seluruh dunia terlebih Khusus bagi tanah Indonesia tempat kita berpijak.
Sumber gambar:
http://www2.kompas.com/photos/NUSANTARA/20070306row1.jpg
Kongres Rakyat Papua III Tetap Digelar
-
JAYAPURA –Ketua Panitia Pelaksana Kongres Papua III, Selpius Bobii,
didampingi beberapa tokoh adat dan tokoh pemuda Papua menyatakan kongres
Papua III teta...
12 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar