BERITA TERHANGAT DARI LINTAS BANGSA PAPUA BARAT ; ;

Sabtu, Desember 26, 2009

BERLOMBA DENGAN WAKTU


Waktu kita cepat nya, dengan tidak terasa pada hari ini kita memasuki hari kelahiran Jususelamat Tuhan kita Yesus Kristur 25 Desember 2009 bulan yang berakhir dari dari Tahun 2009, yaitu bulan desember.Namun demikian,Tahun 2009 ini sungguh merupakan Tahun yang memperhatinkan dengan banyaknya peristiwa-peristiwa yang mengerikan seperti pembunuhan secara biadad, peperangan, bencana-bencana alam, penengakapan aktivis papua dimana saja berada di Tanah Air Papua Barat, Pembunuhan Aktivis papua Secara Tidak manusia semuanya ini mendera Tanah Air Papua ini Dengan tiada hentinya dan menimbulkan korban jiwa yang sangat besar.
Seiring dengan bertambahnya waktu, kita melihat bertambahnya tantangan yang kita hadapi, baik itu secara kasara maupun secara halus lewat berbagai minuman dan makanan. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, setiap kita harus menjadi kuat, dan kita harus bersatu seluruh aktivis papua Barat, supaya kita mampu tetap tegak berdiri menghadapi setiap tantangan yang memang kita Hadapai dari negara boneka NKRI.


Peasan Natal dari VATIKAN- Paus Benediktus XVI,
VATIKAN- Paus Benediktus XVI, dalam pesan tradisional Urbi et Orbi pada Hari Natal, Jumat (25/12/2009), menyerukan kepada dunia untuk menghentikan kekerasan dan balas dendam. Paus berusia 82 tahun itu tidak menunjukkan tanda ketegangan setelah seorang perempuan yang 'mengalami ketidakstabilan mental' menerjang dan membuatnya terjatuh, pada misa Malam Natal, Kamis malam.

Pada pesannya Urbi et Orbi (kepada kota dan dunia) dari balkon utama Basilika Santo Petrus, Paus mendesak dunia untuk menemukan kembali kesederhanaan pesan Natal dan membacakan salam Natal dalam 65 bahasa. Saat Paus berbicara kepada puluhan ribu orang di lapangan di bawahnya, pihak Vatikan tetap berfokus pada kejadian Kamis malam itu, yang kembali mempertanyakan, bagaimana Paus seharusnya dilindungi ketika berdekatan dengan massa.

Susanna Maiolo (25 tahun), warga negara Italia dan Swiss, mengejutkan dunia Katolik dan pihak keamanan Vatikan ketika ia tiba-tiba melompati barikade pengamanan di dalam Basilika, melompat ke arah Paus, menarik jubahnya dan membuatnya jatuh ke lantai. Pihak Vatikan menyatakan perempuan itu secara psikologis 'tidak stabil' dan tidak bersenjata. Maiolo kemudian dibawa ke rumah sakit di Italia untuk perawatan psikologis.


selengkapnya......

Pesan Natal Paus: Hentikan Kekerasan dan Dendam


VATIKAN- Paus Benediktus XVI, dalam pesan tradisional Urbi et Orbi pada Hari Natal, Jumat (25/12/2009), menyerukan kepada dunia untuk menghentikan kekerasan dan balas dendam. Paus berusia 82 tahun itu tidak menunjukkan tanda ketegangan setelah seorang perempuan yang 'mengalami ketidakstabilan mental' menerjang dan membuatnya terjatuh, pada misa Malam Natal, Kamis malam.

Pada pesannya Urbi et Orbi (kepada kota dan dunia) dari balkon utama Basilika Santo Petrus, Paus mendesak dunia untuk menemukan kembali kesederhanaan pesan Natal dan membacakan salam Natal dalam 65 bahasa. Saat Paus berbicara kepada puluhan ribu orang di lapangan di bawahnya, pihak Vatikan tetap berfokus pada kejadian Kamis malam itu, yang kembali mempertanyakan, bagaimana Paus seharusnya dilindungi ketika berdekatan dengan massa.

Susanna Maiolo (25 tahun), warga negara Italia dan Swiss, mengejutkan dunia Katolik dan pihak keamanan Vatikan ketika ia tiba-tiba melompati barikade pengamanan di dalam Basilika, melompat ke arah Paus, menarik jubahnya dan membuatnya jatuh ke lantai. Pihak Vatikan menyatakan perempuan itu secara psikologis 'tidak stabil' dan tidak bersenjata. Maiolo kemudian dibawa ke rumah sakit di Italia untuk perawatan psikologis.

Juru bicara Vatikan Pastor Federico Lombardi menyatakan, Jumat, bahwa tidak mungkin memberlakukan pengamanan super ketat bagi Paus karena kedekatan dengan umat
adalah bagian dari misinya. "Tidak mungkin mencegah terjadinya sesuatu, bahkan dalam jarak dekat," kata Lombardi kepada para wartawan. “Sri Paus menginginkan hubungan pastoral yang langsung dan dekat dengan umat, dimana dia dapat menyentuh anak-anak, berjabatan tangan, melakukan apa yang Anda ingin ia lakukan dan apa yang umat harapkan ia lakukan,” kata Lombardi.

Ia menambahkan, "Jika Anda memberlakukan pengamanan super ketat, hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Tidak dapat bersentuhan langsung dengan umat, jauh dari mereka, berlawanan dengan jiwa misinya. Maka, dengan demikian, selalu ada risiko," katanya.

Kesederhanaan Natal
Dalam pesannya kepada "kota dan dunia" Sri Paus menyatakan bahwa mulai hari ini dunia harus menemukan kembali kesederhanaan makna Natal. "Orang hendaknya berhenti menggunakan logika kekerasan dan balas dendam, dan kembali memperbaharui kehidupan dan kemurahan hati dalam proses menuju kehidupan bersama yang damai,” kata Sri Paus.

Ia menyatakan, meskipun dunia saat ini menghadapi krisis keuangan yang suram, dunia
sesungguhnya lebih mengalami dampak akibat krisis moral, dan luka-luka menyakitkan akibat perang dan konflik.

Kejadian Kamis kemarin berlangsung saat Paus didampingi barisan penjaga keamanan dan para uskup, sedang berjalan menuju altar utama Basilika untuk memulai misa Malam Natal. Anggota rombongan para imam dan uskup berteriak ketika Maiolo, yang mengenakan sweater merah dan bertopi, melompati pembatas lalu melompat ke arah Sang Paus. Kardinal Perancis Roger Etchegaray (87 tahun), yang saat itu sedang kurang sehat seketika terjatuh ke lantai dan segera dibawa dengan kursi roda. Dia menderita patah tulang dan harus menjalani operasi, tetapi tidak dalam kondisi serius.

Pihak Vatikan membenarkan bahwa Maiolo juga pernah mencoba melompati barikade untuk menggapai Sri Paus dalam misa Malam Natal tahun lalu. “Amat mengejutkan bahwa kejadian ini berlangsung di dalam Basilika Santo Petrus, karena keamanan sudah banyak berubah tahun-tahun belakangan ini dan lebih ketat dari sebelumnya,” demikian disampaikan Uskup Westminster, Vincent Nichols, pemimpin umat katolik Inggris kepada BBC.

“Namun demikianlah yang terjadi, saya yakin pengaturan keamanan akan ditinjau ulang dan
tingkat keamanan akan lebih diperhatikan,” katanya.

Hanya terjadi sedikit kegagalan dalam pengamanan sejak masa kepausan Benediktus yang diangkat jadi Paus tahun 2005. Pada tahun 2007 seorang pria Jerman melompati pembatas di lapangan Santo Petrus saat jip Sri Paus melewati kerumunan umat dan pria itu mencoba menaiki mobil tersebut.

Serangan yang paling serius terhadap Paus di Vatikan terjadi pada tahun 1981 ketika
seorang Turki bersenjata, Mehmet Ali Agca, menembak dan hampir menewaskan Paus Yohanes
Paulus II di lapangan Santo Petrus. Sementara pengunjung di Basilika harus melewati
detektor logam dan tempat pemeriksaan, keamanan di dalam setelahnya tidak terlalu ketat. Pihak keamanan Vatikan dibagi antara polisi dan pasukan penjaga Swiss.
(KOMPAS.com)


selengkapnya......

Rabu, Desember 16, 2009

Pimpinan OPM Tewas


Bocah 10 Tahun Ikut Dibawa Polisi


Jakarta - Pentolan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kelly Kwalik tewas setelah polisi melakukan penyerbuan ke sebuah rumah di Timika. Tak disangka, di dalam rumah tersebut terdapat seorang bocah laki-laki. "Pada saat penggerebekan di dalam rumah terdapat juga 5 orang," ujar Kabid Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Sukarna dalam jumpa pers di kantornya, Jl Trunojoyo, Jaksel, Rabu (16/12/2009).Yorni Murip bocah berusia 10 tahun berada di dalam rumah tempat Kelly bersembunyi. Bersama dengan Jep Urip (24), Noni Sanawarme (35), Martimus Katarame (21), Yosep Kwantik (60), mereka berlima kemudian dibawa ke Polres Timika."Lima orang tersebut kemudian dibawa ke Polres Timika untuk dimintai keterangan dan akan dikembangkan di Jakarta," tandasnya.Sejumlah barang bukti juga berhasil disita dalam penyerbuan itu, antara laindokumen OPM yang menyatakan Kelly sebagai pimpinan, 3 butir peluru kaliber 5,56 mm, 28 butir peluru revolver kaliber 38, satu pucuk senjata api revolver jenis S&W kaliber 38, satu buah celurit, dua busur panah dan 12 anak panah. sumber - detikNews


selengkapnya......

Minggu, Oktober 04, 2009

HAK ULATAY TANAH DI KONSESI TEMBAGAPURA


Ocep- Paniai -Ketua Ylsm Papua Wilayah pegunungan tengah (YLSM) Servius Kedepa mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat adat pemilik hak ulayat areal konsesi Tembagapura ini tidak diberdayakan, sehingga berapa pun besarnya pengolahan PT Freeport Tembagapura di Papua ini, belum mampu untuk memberikan dampak kesejahteraan masyarakat wase kampung waa, yang punya tanah diareal konsesi Tembagapura ini.“Seiring dengan program Ylsm yang sedang di jalani yakni perfaam pemilik tanah adat , maka konsep pengelolan yang berbasis masyarakat ini perlu untuk diterapkan, ”ungkap Ketua Yayasan Lsm komopa kabupaten paniai yang menangani bagian pegunungan tengah propinsi papua usai pemaparan program hak ulayat tanah perfaam laporkan via telpon, dari Paniai-papua .Lebih lanjut, untuk tahap awal penerapan konsep program hak ulayat tanah perfaam berbasis masyarakat adat ini, rencananya akan dilakukan, rencana Ketua Ylsm pegungungan Tengah Yakni Servius Kedepa bersama Jonhatan dan yance wamuni Perwakilan dari community di Duma dari paniai dan iwaka dari kabupaten mimika akan di undang kedua Pemerintah yakni Pemrintah Kabupaten paniai dan pemerintah kabupaten mimika guna menyelesaikan masalah batas wilayah di Areal konsesi PT.Freeport.

Sumber: papuatime.com- Ditegaskan irenius, kalau pemerintah Kabupatewn paniai masih bersikeras penyelesaiannya secara geografis, maka persoalan sengketa tapal batas ini belum bisa menemukan finalnya. Tapi kalau diselesaiakan secara genelogis, kami yakin ke depan akan menemukan jalan untuk proses penyelesaian secara bertahap. Mengapa penyelesaiannya harus di tempuh melalui genelogis? "Selama ini pembicaraan penyelesaian tapal batas ini lebih kedepankan dari sudut batas administrasi pemerintahan yang kaku diundangkan-undangkan oleh negara. Tapi dari sisi batas budaya atau batas-batas suku di wilayah-wilayah yang dipersengketakan masih memahami bahwa areal-areal ini adalah milik Suku Moni, Suku Mee, Amungme, Nduga. Karena semua ini ada hubungan kekeluargaan yang erat atau satu keluarga jika kita pandang dari hubungan-hubungan marga dari semua suku ini," ungkapnya. Irenius meniliai tidak benar, jika Pemda Paniai selama ini masih melibatkan sejumlah pihak yang tidak mengerti kebenaran adat istiadat dan budaya yang dimiliki oleh semua suku di sekitar batas-batas wilayah itu. "Seperti penyelesiannya hanya berpatokan pada Distrik Ugimba. Ugimba itu kan milik Paniai, tapi yang sekarang menjadi masalah itu batas-batas sepanjang perbatasan Paniai dan Mimika," tegasnya. "Kami hinggga sekarang ini sangat memberikan acuan jempol bagi YLSM Pegunungan Tengah Papua Perwakilan Paniai Pimpinan Bapak Servius Kedepa yang ikut membela kebenaran sesuai fakta kepemilikan suku-suku di sepanjang perbatasan ini. Artinya, langkah perwakilan YLSM dengan secara genelogis ini sangat benar sekali," kata Irenius.Sebaai contoh, papar irenius, jika kita bicara jujur dan benar, mulai dari Mil 50 Tembagapura ke atas itu milik Paniai. "Semua nama-nama alam baik gunung, kali, gua, dan lain sebagainya adalah bahasa Moni dan ada sedikit bahasa Mee.Bahkan di sekitar itu penduduk asli adalah Wamoni, misalnya marga Natkime, sedangkan Bukaleg adalah Magal, Magai, Tsolme dan lain-lainnya," terangnya. Menurutnya, jika disimak dari dasar peta pemekaran Paniai menjadi tiga kabupaten diantaranya, Nabire, Paniai dan Puncak Jaya dan Kabupaten Fak-Fak menjadi dua kabupaten yakni Fak-fak dan Mimika berdasarkan PP No. 52 dan No. 54 tahun 1996 ini terjadi suatu kekeliruan besar atau terjadi pencaplokan wilayah Paniai secara besar-besaran dalam bingkai kepentingan oknum-oknum tertentu di Papua, Pemerintah Pusat dan PT Freeport Indonesia Company. Lebih lanjutnya, Dengan adanya keliruan dari kedua wilayah ini telah lama atau sekian tahun lamanya ekspansi PT Freeport beroperasi di wilayah hukum adat Moni dan Mee telah diinjak-injak keberadaan masyarakat hukum adat di sepanjang perbatasan kedua kabupaten ini. Secara riilnya dapat dilihat kekeliruan peta kedua kabupaten ini, dimana ada sebagian wilayah Paniai masuk ke dalam wilayah Mimika seperti di sekitar areal penambangan tepatnya di sekitar areal Crow A di mana wilayah itu milik Paniai tetapi kedua PP ini membuat kekeliruan. Adanya keliruan ini, semua kebijakan dari PT Freeport terhadap masyarakat adat Moni yang pemilik sebenarnya itu justru dimarginalkan begitu saja, dan Paniai ini layak menjadi Kabupaten Penghasil Tambang di Indonesia, karena semua aktifitas penambangan ini berada di wilayah suku Moni di Paniai. "Sejak turun temurun dari nenek moyang kami sudah berada dan Tuhan juga telah menempatkan mereka di sekitar itu," tegasnya.Kata Irenius, Untuk membuktikan kebenarannya, usul Irenius, pemerintah dalam hal ini Bapak Gubernur Papua,Barnabas Suebu,SH,Kiranya dapat memfasilitasi dalam penyelesaiannya dengan melalui genelogis biar masyarakat sendirilah yang menjawab semua asset kepemilikan dari suku-suku yang ada ini.Karena kedua PP tentang pemekaran Paniai lama dan Fak-fak sudah tidak diyakini oleh masyarakat adat Papua atau masyarakat wilayah yang di persengketakan itu atau rancu dan keliru dengan kondisi riil yang ada. "Yang benar adalah peta yang berdasarkan UU No.12 tahun 1969. Jadi, kedua PP ini harus ditinjau kembali karena sudah tidak sesuai dan tetap dilaksanakan sesuai UU No.12 tahun 1969. Sehingga melalui langkah genelogis, proses tapal batas ini bisa diselesaikan," ujar Irenius.***

Lanjut Servius Kedepa Ketua (YLSM) Propinsi papua Bagian pegunungan Tengah Hari Minggu,jam 11:00 Wit Tahun 2007. Ketua Ylsm di Undang dan sedang bicara Tentang wase (kampung waa, tembagapura areal konsesi Tembagapura) tentang sewa tanah adat perfaam sebagai pemiliknya.mereka minta rekomendasinya Buapati paniai untuk urusan hak milik (hak ulayat) perfaam di wase dan sekitarnya perlu perwakilan kantor community di Duma dari Paniai dan Iwaka Dari mimika, Servius Kedepa Ketua Ylsm Bersama jonhatan dan yance wamuni diEnarotali minta waktu ketemu dengan Bupati Paniai Naftali Yogi dalam waktu dekat, “ujar Ketua Ylsm ServiusKedepa.”jelasnya.
YLSM dalam rangka turut menciptakan kemandirian masyarakat adat untuk memenuhi kebutuhan dan mendorong terbentuknya satu tujuan yang sama dalam upaya pelaksanaan kegiatan pengembangan di wilayahnya sendiri secara berkelanjutan.
Membantu meningkatkan kualitas (kesejahteraan) hidup masyarakat rentan, dengan mengutamakan pribumi Papua dalam menjalankan kegiatannya, mendahulukan Kelompok Marga marga agar mereka dilibatkan dalam pengelolaan program dan dapat diselenggarakan secara mandiri dan berkesinambungan menuju Papua baru.
“Yang jelas saat ini yang sudah dipersiapkan di Kabupaten paniai dan Timika,”ujarnyaDikatakan bahwa konsep pengelolaan hak milik Tanah (hak ulayat) Tanah adat berbasis masyarakat adat ini bukan dari Pemerintah melainkan konsep bersama untuk mendukung program perfaam masyarakat khusus di hak ulayat Tanah. Oleh karena itu, untuk penerapan konsep ini, pihaknya siap untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat. “Ini memang perlu keterlibatan dan peran serta dari semua pihak,’tandasnya. (Yos gobai)

selengkapnya......

Sabtu, Oktober 03, 2009

Bagaimana ingin menjadi orangTerbaik?

Sumber: http://www.perfspot.com/watagekigiba

Ocep- Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Kita lahir didunia, sudahlah pasti kita akan mati jua, sebab kita telah menempuh hidup, dan diantara waktu hidup dan mati itulah kita sebagai anak adam menentukan nilai diri kita.
Yang menjadi pertanyaan besar, apa yang dilakukan dan diperjuangkan hamba-Nya menghadapi peperiksaan Allah dalam kehidupan ini, untuk tampil sebagai Juara, Pemenang, atau Pelajar Terbaik. Ya, semua orang amat mengidamkan sebutan ini. Yesus Kristus seorang Mengorbankan diri untuk umat manusia’, menyebutkan bahawa ciri-ciri Pemenang adalah Anak Allah yang mewakafkan seluruh kehidupannya hanya untuk beribadah kepada-Nya, memperjuangkan serta agama yang dimilikinya, mempertahankan di tengah percaturan hidup, mempertahankan untuk tidak goncang kerana godaan nikmatnya dunia mahupun ancaman daripada pihak-pihak yang tidak menginginkan tersebut tumbuh. Dengan memperjuangkan aqidahnya, jiwa menjadi bebas dari perhambaan hidup, aqidahnya tidak dikorbankan kerana cinta hidup, bahkan lebih suka mati, berkorban kerana aqidah dan lepas bebas daripada ikatan dunia dengan segala kenikmatannya demi mempertahankan .


Nilai markah peperiksaan terbesar dalam perhitungan Allah adalah kemenangan aqidah, perniagaan yang beruntung di pasar Allah adalah perniagaan Iman, kemenangan dalam bentuknya tertinggi ialah kemenangan mental asas dasar material, kemenangan aqidah atas penderitaan, kemenangan Iman atas fitnah, maka dalam hal jiwa sang pemenang adalah menang atas ketakutan dan penderitaan, menang atas kemewahan hidup duniawi, menang atas fitnah, menang kerana keyakinan yang difikirkan dalam kehidupan,suatu kemenangan yang mengangkat darjat manusia universal.
Pelajar Cemerlang ialah hamba Allah yang selalu melaksanakan apa yang dikehedaki Allah, di mana saja, bila masa saja dan bagaimana saja. Mereka akan terus bekerja layaknya seorang buruh Sang Pemilik Segala Urusan untuk memperolehi hasil yang telah ditentukan, dan Allah memberikan imbalan yang indah khusus untuk mereka yang menjadi Sang Pemenang atau Best Student.
Begitulah perjalanan kehidupan yang selalu terbentang dengan peperiksaan Allah, suatu saat berhasil menghadapinya, tetapi kadangkala manusia tidak terhindar dari kesalahan dan gagal menghadapi peperiksaan itu, yang penting kemampuannya untuk bangkit kembali. Seseorang yang mampu bangkit kembali setelah terjerumus tidak akan putus asa, tetapi menyedihkan bila mendengar bahawa banyak orang yang gagal dan terjerumus dalam kemaksiatan,tetapi diam dan menetap sebagai orang yang nista, tersungkur dan tidak bangkit lagi.
Yakinlah Allah akan memberi pertolongan-Nya sesuai kepada hamba-Nya yang ingin berbuat baik sesuai dengan ketentuan-Nya. Tidak ada kebimbangan terhadap hamba yang selalu berjuang dan meniti peperiksaan Allah, bangkitlah dan impikan yang baik di akhirat kelak. Itulah yang dinantikan oleh Pelajar Terbaik!
Berita ini saya pernah muat di http://www.perfspot.com/watagekigiba

selengkapnya......

Minggu, September 27, 2009

Panglima OPM Tadius Yogi: Pertahanan Puluhan Tahun Tidak Senilai Rp 70 Milyar



WPToday (Enarotali) – Panglima Operasi Papua Merdeka (OPM), Makodam IV Paniai Papua Barat, Tadius Yogi menolak bertemua dengan Menko Kesra Republik Indonesia, Aburizal Bakrie yang dijadwal pada tanggal 9 September 2009. Tadius Yogi menolak bertemu Menko Kesra karena pertahanan puluhan tahun di hutan Papua Barat adalah bukan soal makan minum.

“Kami tidak bisa didekati dengan soal makam dan minum. Ini bukan soal kesejahteraan. Kami pertahankan perjuangan selama puluhan ini bukan soal makan minum. Kami pertahankan Kemerdekaan Papua Barat (1 Desember 1961) yang pernah dicuri Indonsia,” katanya kepada WPToday.

“Katanya, pemerintah Indonesia melalui Menko Kesra menyiapkan uang Rp 60 Milyar untuk membayar saya supaya mundur dari perjuangan Papua Merdeka. Tetapi, pertahanan puluhan tahun itu tidak senilai dengan Rp 60 Milyar. Uang itu adalah yang mereka dapat dari kekayaan di Papua Barat. Ratusan ribu nyawa yang korban demi Papua Barat tidak akan pernah sia-sia, apalagi dibayar dengan uang Rp 60 Milyar. Itu tidak mungkin,” kata Tadius ketika ditanya soal rencana pemberian uang oleh pemerintah Indonesia.

Ketika ditanya untuk apa Menko Kesra ke Paniai, Tadius mengatakan, “Menko Kestra ke Paniai untuk ketemu pemerintah Indonesia yang ada di Paniai. Bukan ketemua saya. Memang, pemerintah Kabupaten Paniai sudah menghubungi saya tentang rencana pertemuan khusus Menko Kesra dengan saya, tetapi saya tolak. Dia (Menko Kesra) ada di Paniai itu dalam rangka meresmikan pembangunan permukiman terpadu tahap I di Enarotali, Papua, Rabu (9/9/09).”

“Kalau mau melakukan pertemuan, coba buka pertemuan yang lebih luas. Hadirkan berbagai pihak yang berkompeten. Jakarta tidak bisa seperti itu. Kalau ada PBB, Belanda, Amerika dan Indonesia, maka rakyat Papua akan datang untuk bicara sama-sama soal Papua Barat,” katanya tegas.

Ketika ditanya soal pertahanannya, Tadius mengatakan, Papua Barat siap merdeka. Perjuangan kami sudah jauh. Indonesia silakan saja melakukan berbagai cara tetapi tidak ada sebuah perjuangan yang sia-sia. Ratusan ribu nyata orang Papua tidak akan pernah sia-sia.****
____________________________
Sumber :http://wptoday.wordpress.com

selengkapnya......

Minggu, Agustus 16, 2009

Bendera OPM dan RMS Berkibar di Belanda


Minggu, 16 Agustus 2009 | 12:51 WIB

DEN HAAG, KOMPAS.com — Bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Republik Maluku Selatan (RMS) berkibar di Belanda, saat ribuan masyarakat Indonesia di negeri kincir angin ini menyambut kemerdekaan HUT ke-64 RI yang dilaksanakan di Wassenar, Belanda, Sabtu (15/8).

"Kami hanya memberitahukan kepada masyarakat Indonesia dan internasional bahwa kemerdekaan Indonesia bukan pada 17 Agustus tetapi 27 Desember, dan kami juga menolak Papua dimasukkan dalam wilayah kesatuan NKRI," kata Koordiator Free West Papua, R Paphua.

Paphua menambahkan, wilayah Papua Barat merupakan wilayah yang bebas dari campur tangan Indonesia. "Kami merdeka," teriaknya.

Demikian pula yang dikatakan koordinator RMS, Frida Pasanea, yang menolak Maluku bagian dari wilayah Indonesia.

Menurut dia, berdasarkan sejarah, pada 25 April 1950, Maluku telah memiliki presiden perdana, yakni Wai. "Artinya, kami adalah sebuah negara karena memiliki kepala negara tersendiri," kata tenaga pengajar di SD Islam Amsterdam ini.

Baik Paphua dan Frida menyatakan kekecewaannya terhadap bangsa Indonesia karena dinilai tidak berlaku adil dalam memperlakukan masyarakat Papua dan Maluku. Frida mencontohkan, 37 tahanan politik warga Maluku yang dipenjarakan karena mengibarkan bendera RMS di Indonesia mendapat perlakuan yang kurang manusiawi.

Hingga saat ini, sejumlah tahanan tersebut masih berada dalam lembaga pemasyarakatan di daerah Jawa sejak Maret 2009. "Kami mendapat kabar kalau beberapa tahanan tersebut terserang penyakit malaria dan TBC, namun belum mendapatkan perawatan minimal dari petugas," kata Frida, yang telah bermukim di Belanda selama 47 tahun.

Bagi mereka, pengibaran bendera OPM dan RMS ini merupakan bentuk dari kebebasan berpendapat dan berekspresi. "Belanda adalah negara demokrasi, makanya kami berani memperlihatkan kepada dunia dan simbol OPM serta RMS di negara ini, karena mustahil kami ditangkapi," kata Frida.

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda Junus Effendi mengatakan, Indonesia adalah negara yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, termasuk Papua dan Maluku. Dia juga menegaskan, Belanda secara sah telah menerima kedaulatan kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus.

selengkapnya......

"TNI di Balik Konflik Freeport, Itu Fitnah"

TNI yang bertugas hanya mendapat uang makan perhari Rp 30 ribu dan BBM sesuai kebutuhan.

Kamis, 13 Agustus 2009, 10:50 WIB

Elin Yunita Kristanti

VIVAnews - Konflik tak pernah reda di areal tambang emas PT Freeport Indonesia, terutama di jalur Timika-Tembagapura yang dijuluki sebagai jalur maut. Bebagai dugaan mengemuka, dari kecemburuan sosial sampai perebutan lahan pengamanan yang melibatkan TNI.

Panglima Kodam 17 Cenderawasih, Mayor Jenderal AY Nasution mengatakan tudingan sejumlah pihak bahwa konflik di areal Freeport yang terjadi terus menerus adalah ulah dari TNI, yakni dalam rangka perebutan lahan pengamanan, merupakan fitnah besar.

"Lahan yang mana yang diperebutkan? Kok semua tudingan diarahkan ke TNI. Itu fitnah," kata dia di Jayapura, Kamis 13 Agustus 2009.

Dalam pengamanan Freeport dengan sandi satgas Amole, tambah dia, TNI diminta bantuan oleh Polri. Jumlah TNI yang melakukan pengamanan hanya sedikit, hanya 112 orang dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. "Sementara luas areal Freeport sangat luas dan berada di hutan, tentu tak seimbang," tambah dia.


TNI yang membantu, jelas dia, hanya mendapat uang makan perhari Rp 30 ribu. "Sedangkan BBM sesuai kebutuhan," tambah dia.

Pangdam juga membantah warga sipil yang pelaku penembakan adalah warga yang pernah dilatih TNI jadi milisi. "TNI selalu korban fitnah," lanjut dia.

Insiden penembakan oleh kelompok bersenjata sebelumnya terjadi di kawasan perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Sabtu pagi 11 Juli 2009. Serangan atas mobil dengan nomor seri LWB 01.2587 itu terjadi pada pukul 5.20 waktu setempat. Satu warga Australia, Drew Nicholas Grant (29) tewas dalam insiden tersebut.

Pada Minggu 12 Juli 2009 dikirim tim untuk melakukan olah TKP di mile 52 Tembagapura, Papua. Polri yang terdiri dari pasukan Brimob dan Densus 88, saat tiba di Mile 51 sekitar pukul 10.45 WIT, pasukan tersebut diserang kelompok tak dikenal dari arah kanan dan kiri jalan dengan senjata api. Iptu Adam Heri Gunawan terkena luka tembak di paha kiri dan AKP Anggun terkena serpihan pada jari tangan dan langsung dievakuasi ke RS Tembagapura.

Penembakan juga terjadi keesokan harinya, Minggu 12 Juli 2009, sasarannya konvoi logistik. Seorang petugas keamanan Freeport, Markus Rattealtewas tewas dalam kejadian tersebut. Pada Senin 13 Juli 2009, seorang anggota Provost Satuan Tugas Amole Polda Papua, Bripda Marson Freddy Patiteikoni ditemukan tewas di jurang.

Sembilan orang tersangka telah ditahan, termasuk dua karyawan Freeport. Namun, insiden penembakan belum juga berhenti.

selengkapnya......

64 TAHUN NKRI, FREEPORT MERDEKA


OLEH: Arkilaus Arnesius Baho.

Detik-detik menjelang perayaan usia 64 tahun Negara Indonesia ini, terjadi masalah krusial bangsa yang terus dibiarkan. Terhitung sejak bulan Juli 2009 saja, orang tak dikenal berondong tembakan yang menewaskan karyawan PT.FI dalam areal investasi PT. Freeport Indonesia di Timika Tanah Papua sampai saat ini tanpa sebuah penyelesaian yang bermartabat oleh Bangsa Indonesia jelang HUT Nasional negara. Inilah bukti bahwa lingkaran keadilan bagi investasi diutamakan selama ini, terutama keberada Freeport di Papua lebih merdeka dibanding kemerdekaan Indonesia maupun kedaulatan rakyat Papua. Gunung dibor, lingkungan di cemari, rakyat di pindahkan dari habitat aslinya bahkan pulau Papua bagian barat ( Sorong-Maroke) dijual secara sistematik dalam rasio penentuan detik-detik integrasi Papua.


Jika dicermati, luas keseluruhan areal kontrak karya Freeport di Papua saja selama 39 tahun sudah memasuki 1 juta hektar lahan eksplorasi. Jumlah tersebut termasuk juga areal penambangan mineral dan batubara di seluruh Indonesia sampai tahun 2005 telah mencapai lebih dari 44 juta hektar atau mencapai 44% luas hutan Indonesia. Penting untuk diketahui bahwa sebagian besar lokasi kontrak mineral dan batubara umumnya berada di kawasan hutan. Luas area yang diserahkan pemerintah melalui skema kontrak tersebut mencapai 23% dari luas daratan Indonesia. Berdasarkan laporan Direktorat Mineral dan Batubara menyatakan bahwa sampai tahun 2005 terdapat 13 perusahaan tambang skala besar yang tengah berproduksi di Indonesia . Perusahaan tersebut bersifat padat modal yang hanya menyerap sedikit tenaga kerja sebagai operator untuk mengangkut material yang diolah menjadi konsentrat. Konsentrat tersebut diperoleh dengan cara memisahkan material yang bernilai ekonomis dari material yang tidak bernilai ekonomis.

HUT Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 2009 dirayakan dalam usianya yang ke enam puluh tahun. Refleksi yang paling mendesak adalah sudah kah kedaulatan Negara atas segala cengraman kepentingan politik dan Negara-negara kapitalisme lainnya?. Pidato Presiden dihadapan anggota DPR-RI di senayan city ( Jumat 14 Agustus 2009 ) sudah beralu. Agenda pemerintahan kedepan tergambar pula dalam pidato tanpa teks Bapak Presiden. Yang menarik adalah dalam pidato kepala Negara mengaku bahwa Indonesia adalah satu dari Negara-negara asean yang mampu bertahan bahkan sebagai penyuplai bagi stabilnya krisis ekonomi dunia akhir-akhir ini.

Indonesia adalah salah satu Negara penghidupan ekonomi bagi penduduk Amerika Serikat yang nota bene harus hidup dalam lilitan pajak Negara. Sistem politik dan ekonomi Amerika yang sudah kuat dalam tatanan roh kapitalisme, mangakibatkan suhu politik Negara adidaya tersebut harus mempertahankan negaranya dengan anggaran pajak yang diterapkan oleh pemerintahan terhadap penduduk AS maupun ekspansionisme kepentingan ekonomi ke Negara-negara lainnya, benua Asia khususnya Indonesia merupakan Negara paling banyak menjual asset kekayaan kepada Negara-negara Kapital termasuk AS.

Koalisi Anti Utang “ KAU” lembaga advokasi utang Negara dalam rilisnya “ Empat Puluh Tahun Merdeka, Enam puluh tahun dijajah Utang “ ( baca: www.kau.or.id ) sangat menakjubkan bahwa Sejak 60 tahun lalu (1949 – 2009), Indonesia terus dijajah oleh utang. Dalam perjanjian Konfrensi Meja Bundar (1949), Belanda mewariskan utang sebesar US$ 4 miliar dolar sebagai syarat kemerdekaan republik. Padahal utang tersebut digunakan untuk memerangi rakyat Indonesia dan menguras kekayaan alam. Sampai tahun 2005, Koalisi Anti Utang (KAU) mencatat, total komitmen utang luar negeri yang sudah dicairkan jumlahnya mencapai US$ 162,3 miliar (sekitar Rp1.600 triliun).

Ibarat tak ada atruan bagi pengelolaan Negara yang berdaulat, utang Negara yang begitu bertambah tidak mampu di tanggulangi Negara dari hasil pelimpahan investasi dalam negeri. Freeport di Papua saja, setiap hari punya nilai produksi 27 juta dollar AS, dan beroperasi hingga tahun 2041. Freeport punya penghasilan saja sudah demikian belum lagi perusahaan asing lainnya dari total 80 persen asset asing dalam Indonesia.

Logika ekonomi dan politik sebuah kekuasaan Negara berdaulat bila digadaikan, kita tunggu kapan saja dan dimanapun kemauan pemodal yang telah merdeka dalam NKRI untuk ambil alih Negara. Ya, negara ini sudah tidak berdaulat bahkan telah dijual secara sistematik kepada Negara lain melalui pinjaman dan penanaman modal asing. Untuk mengatasi krisis dengan utang baru yang di tulis Salamudin Daeng dari Institute For Global Justice ( IGJ ) halaman 128-global justice update edisi 2 juni 2009, bahwa tambahan utang baru bagi Indonesia terutama disaat krisis global semakin memperparah kondisi masyarakat Indonesia. Negara Indonesia tidak akan mampu menyediakan sendiri dana pembangunan dan bahkan jaminan sosial bagi rakyatnya, karena dananya telah habis dibayarkan untuk cicilan pokok dan bunga utang laur negeri.

Sudah begitu pasrahnya pemerintah terhadap utang, berondongan Dominasi investasi usaha asing tak bisa dibendung lagi. Kemerdekaan investasi hari ini sebagai wujud dari pelatakan dasar utama modal raksasa yang lahir dari pemasukan PT. Freeport kedalam bingkai Indonesia melalui instrumen hukum UU PMA. Freeport buka jalan bagi kemerdekaan investasi. Walaupun saat ini perayaan HUT 64 tahun berdirinya Negara Indonesia, rubuh sudah dengan dinamika dominasi kemerdekaan neoliberalisme. Tak mampu di atasi, fakta-fakta diatas, mengharuskan pemerintah terus bersemangat menerima investor kedalam Indonesia demi pembayaran utang Negara. Investasi di Papua seperti Feeport yang sudah lama dan grup pemodal seperti Binladen Grup, Jepang dan Cina, Inggris, yakinlah hanya untuk kepentingan pelunasan utang Negara dan bukan untuk kemakmuran dan keadilan rakyat Papua.

Keadilan ekologis, pemenuhan HAM, demokrasi sejati tidak bisa diharapkan dapat dipenuhi bagi Negara dalam ruang kemerdekaan imperialisme hari ini. Faktanya, pemenuhan Ekologis, HAM dan demokrasi mati suri akibat hegemoni pemodal. Negara menyelenggarakan ekonomi nasional dalam kekangan ( berondong ) kapitalis kemudian menghalalkan semua kerusakan lingkungan, menghalalkan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan demokrasi demi kelangusungan penanaman modal dalam negeri. Sudah begitu, jargon Otonomi Khusus Papua pun di-berondong bagi pemenuhan kekuatan modal internasional sejati. Hanya butuh kekuatan politik pemberani dengan menyingkirkan rezim neoliberal dalam kekuasaan Indonesia maupun Papua, mem-berondong Freeport sebagai akar masalah penjajahan kekayaan alam, demi sebuah proteksi kedaulatan rakyat Indonesia dan Papua khususnya untuk pemenuhan bagi keadilan ekologis, penegakan HAM dan pemenuhan ekonomi menjadi satu benteng kemerdekaan. Selamat HUT RI yang Ke 64.

Foto diatas adalah penyerangan Militer terhadap pendukung Bupati Wamena David Hubi yang hendak meghadang aparat ketika penangkapan Bupati terkait kasus Korpsi, Wamena 2004.

selengkapnya......

Bows, arrows and a dream of liberation


Bows, arrows and a dream of liberation Aug 14, '09 7:24 PM
for everyone
var articleheadline = "Bows, arrows and a dream of liberation";

AMP Internasional Report

For 40 years, they've fought a jungle war for freedom. Alexander Groom meets one of the world's most isolated rebel armies

Friday, 14 August 2009

Alexander Groom

The West Papuan villagers still cling to hunter- gatherer traditions. Armed mainly with bows and arrows, the only guns they possess have been captured from Indonesian security posts

A sound of gunshots filled the air as we clambered through thick undergrowth to a clearing. There, perched on a a steep mountainside surrounded by lush rainforest, was a breathtaking sight. Villagers charged around chanting in a state of high excitement.

The village leader, dressed in little more than a wooden penis koteka and a feathered hat, solemnly called everyone to attention. Then two men stepped forward to raise the outlawed national flag.

A wild pig had been slaughtered, and we settled down to a feast with spinach and sweet potatoes. Around us, a ragged bunch of men sat watching, smiling and looking on as they smoked the locally grown tobacco.

Armed with bamboo spears, bows and arrows, (as well as a few old AK47 assault rifles) 400 rebel fighters are hidden here in one of the remotest places on earth, the jungle highlands of West Papua. Some of the soldiers were dressed in old T-shirts and combat fatigues, but most wore little more than wooden kotekas (penis gourds), their hair and limbs decorated with garlands of leaves.

The AK47s had been stolen, they explained, during a raid on an Indonesian security post, after a nearby village had been attacked leaving 45 people dead, more than half of them women and children. "These guns were used against our people," one of the men said, brandishing a rifle. "Look at them, they are US-supplied. What more evidence do you need that Western-supplied weapons are being used by the Indonesian military to kill West Papuans? We are defending our land and people against this illegal occupier that is killing so many of us".

As the tenth anniversary of East Timor's independence from Indonesia draws near, this other troubled province of the vast Indonesian archipelago looks set to renew its bid for freedom. It lies 155 miles north of Australia, on the western half of the island of New Guinea. For more than 40 years it has been waging a small-scale war against the occupying Indonesian army.

Human-rights groups estimate that the Indonesian security forces have killed as many as 200,000 native Papuans since the territory was absorbed into Indonesia in 1963. Yet this is a forgotten war, due in part to an Indonesian-imposed ban on foreign media entering the region.

Becoming the first western journalist to reach the stronghold of the outlawed West Papua liberation army â the Organisasi Papua Merdeka (OPM) in the remote central highlands of the country, involved evading Indonesian army road-blocks, trekking through inhospitable jungle terrain, and a series of clandestine rendezvous. Home to over 300 different tribes, the territory is one of the most remarkable places on earth. Most Papuans live subsistence or hunter-gatherer lives that have changed little in centuries. Between them these tribes speak some 125 languages.

There are snow-capped mountains, breathtaking highlands and a coastline of mangrove swamps and pristine beaches, as well as a dizzying array of flora and fauna. Research scientists uncovered 50 new species of plants and animals in the Forja Mountain region in 2005. But despite its appearance as a tropical paradise, the reality for those living there could not be more different.

A former Dutch colony, West Papua gained independence in 1961, but Indonesia invaded the following year. The UN oversaw a plebiscite on August 22 1969 but out of a population of 800,000 people, only 1,000 tribal elders were allowed to vote. Many later told how the Indonesian military had forced them at gunpoint to vote in favour of integration.

Some international huma-rights observers estimate that almost 400,000 Papuans have lost their lives in atrocities committed by the Indonesian military. Thousands of others have reportedly been tortured, raped, imprisoned or "disappeared" for speaking out against Indonesian rule.

Forty years on, an upsurge in armed activity by the separatist movement is a statement of intent about their efforts to force international attention and a re-run of the bitterly contested vote. But the rebels, who include school teachers and civil servants, provide little match for the 50,000 Indonesian soldiers deployed across West Papua.

Many regard the camp as a sanctuary where they can live a traditional lifestyle devoid of Indonesian-imposed values which they complain are swamping traditional culture. Others come for refuge from army raids routinely carried out on highland villages. "I walked with my daughter for three days to come here," one woman said. "The Indonesian military stormed our village and took my husband and son away. I don't know where they are".

There were haunting accounts from young men who'd seen their mothers and sisters raped by Indonesian soldiers; a former school teacher told of his despair at how the teaching of Papuan history and culture is banned: "It destroyed my soul being forced to teach Javanese history and being told that Papuan history is not important. We are a proud people with our own identity and rich history. We are not Indonesian."

Daily life at the camp starts at dawn with a traditional flag ceremony. By day the women tend crops or collect firewood, while elders provid battle training to the rebel fighters. At night, everyone crowds into the communal huts to eat.

With all forms of political opposition to Indonesian rule banned, the Organisasi Papua Merdeka (OPM) was established in 1965 and is still labelled an illegal separatist movement by the Indonesian authorities. Hundreds of its members are currently in prison, thousands more have been killed or 'disappeared'. Yet, despite being poorly armed, the OPMs military wing has been a constant thorn in the side of the Indonesian forces.

The consequences of resistance to Indonesian rule are well documented. British-supplied Hawk jets have been used in bombing raids against Papuan highland villages. Papuans also allege that in 2006, British-supplied water cannons were filled with acid and used against peaceful protesters in the provincial capital of Jayapura. Dozens of people were blinded and badly burnt.

Indonesia's interest in West Papua runs deep. The region is rich not only in natural beauty, but also natural resources. Freeport, the world's largest copper and gold mine, is located in the highland region. A joint venture between the British mining company Rio Tinto and the US giant Freeport McMoran, it provides Indonesia with revenues of $350bn a year. Papuans bitterly resent it, claiming none of the revenues are directed at solving any of their innumerable social and economic problems.

After the death of the Indonesian dictator Suharto in 1998, West Papua enjoyed a brief political respite. The Papuan Presidium Council (PDP) was launched, the OPM declared a ceasefire, and independence rallies and flag raisings were common. But the Indonesian military moved in. Thousands were rounded up and imprisoned, and many others disappeared. An escalation in events culminated in the assassination of the PDP chairman, Theys Eluay in November 2001. Yusak Pakage is one of the province's best known political prisoners. Recognised as a "Prisoner of Conscience" by Amnesty International, he is currently serving a ten-year sentence. Ill and now in hospital, he is a small figure with hunched shoulders who speaks vividly about his dream of freedom. "Every day I pray to God for freedom here in West Papua. Me and my people have only known suffering under Indonesian rule. We need the UK, the US and Australia to help us."

The British government continues formally to recognise Indonesia's territorial integrity. The Foreign Office favours implementation of autonomy laws that Indonesia introduced in 2001. Many Papuans believe that far from transferring power and money to their land, the autonomy process has actually made them poorer.

Benny Wenda is widely regarded as Papuans' leader in waiting. But he is a political refugee in Britain. "Our world has been turned upside down by the Indonesian occupation," he says. "We have been crying for help for over 40 years but our voice has never been heard". Back in the jungle, the actions of the ragged band of rebels may prove just as decisive as his words. "We will not wait another year for freedom to come," one rebel vowed. "We'd rather die trying to get our freedom than spend another year under Indonesian rule."
For more information, go to www.forgottenbirdofparadise.net.
http://www.independent.co.uk/news/world/australasia/bows-arrows-and-a-dream-of-liberation-1771884.html

Aliansih Mahasiswa Papua (AMP) Internasional
The Student Aliance of West Papua in U.K.


;

selengkapnya......

LETTER FROM INTERNATIONAL LAWYERS FOR WEST PAPUA TO PRESIDENT REPUBLIK OF INDONESIA


STATEMENTS

By ILWP

INTERNATIONAL LAWYER FOR WEST PAPUA
http://www.ilwp.org/
P.O. Box 656, Oxford, OX3 3AP England, U.K. Tel+441865728412
secretariat@ilwp.org


Mr. Susilo Bambang Yudoyono
President
Republic of Indonesia
Presidential Palace
Jl. Medan Merdeka Utara
Jakarta Pusat 10010
INDONESIA
Tel: + 62 21 3845627 ext 1003
Fax: + 62 21 231 41 38, 345 2685, 345 7782
Email: presiden@ri.go.id


STATEMENT: INTERNATIONAL LAWYERS FOR WEST PAPUA

The International Lawyers for West Papua are deeply concerned at the arrests, detention and apparent torture of West Papuans by the Indonesian Government.

By its actions the Indonesian Government is once more violating international law, specifically the fundamental human rights guaranteed by international law.



Article 19 of the International Covenant on Civil and Political Rights states that:

1.Everyone shall have the right to hold opinions without interference.

2.Everyone shall have the right to freedom of expression; this right shall include freedom to seek, receive and impart information and ideas of all kinds, regardless of frontiers, either orally, in writing or in print, in the form of art, or through any other media of his choice.

3. The exercise of the rights provided for in paragraph 2 of this article carries with it special duties and responsibilities. It may therefore be subject to certain restrictions, but these shall only be such as are provided by law and are necessary:

(a) For respect of the rights or reputations of others;

(b) For the protection of national security or of public order (order public), or of public health or morals.

Freedom of expression covers the right to voice support for
organisations such as the International Lawyers for West Papua, which is dedicated to upholding the rule of international law through peaceful means. General Comment 10 emphasises that any restriction on the exercise of freedom of expression must be provided by law, must be

“necessary,” and must not put the right itself in jeopardy.

Indonesia acceded to the Covenant on Civil and Political Rights in February 2006 and is therefore legally bound to allow West Papuans to express their views peacefully.

Article 21 of the Covenant on Civil and Political Rights guarantees the right to peaceful assembly and therefore protects the right of West Papuans to demonstrate peacefully in support of their views. Indonesia
is in breach of this obligation by arresting and detaining demonstrators.

Freedom of expression and freedom of assembly are the basic freedoms of a democratic country. We are very concerned about the fifteen people on trial in Nabire and the three-year sentence imposed on Buchtar Tabuni for peaceful demonstrations.

We are also deeply concerned about the reports of torture of political prisoners. Torture is a crime against humanity and is prohibited by international law in all circumstances.

We therefore respectfully request the Indonesian Government to

- Release immediately all political prisoners;
- Take immediate steps to ensure that all West Papuans are able to exercise their fundamental human rights under international law without reprisals, fear or threats;
- Permit a credible international organisation to conduct an independent enquiry into the allegations of torture.

There can be no peace in the world unless all states, including Indonesia, respect the inherent dignity of mankind and actively protect the fundamental human rights and freedoms guaranteed by international law.


1.Charles Foster Barrister & International Lawyers for West Papua.

2.Melinda Janki International Human Rights Lawyer, Attorney-at-Law Guyana & International Lawyers for West Papua

3.Nigel Hughes Attorney-at-law Guyana

4.Gino Persaud Attorney-at-law Guyana


Secretariat
International Lawyer for West Papua
http://www.ilwp.org/
==========================

;

selengkapnya......

Kamis, Juli 09, 2009

Bintang Kejora Berkibar di 5 Tempat


Kapolda: Itu Untuk Cari Perhatian Saja

JAYAPURA -cenderawasihpos. Meski Polda Papua telah melakukan antisipasi terhadap 1 Juli yang diklaim merupakan HUT Organisasi Papua Merdeka, ternyata Bendera Bintang Kejora yang merupakan simbol Organisasi Papua Merdeka (OPM) dilaporkan telah berkibar di 5 tempat berbeda di wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Keerom.
Setidaknya, Bendera Bintang Kejora dilaporkan telah ditancapkan di depan pagar SMPN 5 Keerom di Kampung Yanamaa, Distrik Arso, Kabupaten Keerom, sekitar pukul 03.00 WIT kemarin. Tidak jauh dari tempat tersebut, ditemukan juga Bendera Bintang Kejora Dikibarkan di Kampung Workwama, Perkebunan Kelapa Sawit Pir 2 Arso, tepatnya di perbukitan dengan ketinggian sekitar 50 meter dari jalan utama.


Selain itu, dikabarkan juga, bendera bercorak cerah itu berkibar sekitar pukul 05.45 WIT di dua tempat terpisah di Sentani, Kabupaten Jayapura, yakni di atas sebuah gunung di belakang Koramil. Bendera di pasang badan salib. Sementara Bendera Bintang Kejora lainnya dikibarkan di ujung landasan Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura.
Tidak hanya itu, bendera milik OPM tersebut diduga juga telah dikibarkan di sebuah tempat di Waena, yakni di daerah perbatasan antara Kota Jayapura dengan Kabupaten Jayapura.
Dari data yang dihimpun Cenderawasih Pos, 2 Bendera Bintang Kejora yang dilaporkan berkibar di Sentani diperkirakan telah dikibarkan sejak malam harinya dan baru diketahui pukul 06.00 WIT pagi hari, dan barang bukti berupa bendera tersebut khususnya di atas bukit langsung diamankan oleh pihak Koramil Sentani.
Kapolres Jayapura, AKBP Mathius Fakhiri SIK, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya aksi pengibaran bendera pada dua titik tersebut.
"Ya memang ada informasi yang kami dengar seperti itu adanya pengibaran bendera di Bandara Sentani dan di atas bukit di belakang Koramil Sentani," ungkapnya kepada Cenderawasih Pos disela-sela anjangsana di Panti Asuhan dan Pondok Pesantren YPKP Sentani, Rabu, (1/7).
Kata Kapolres, meski mengetahui ada informasi pengibaran bendera, namun barang bukti (BB) belum ditemukan. Untuk itu, penyidik akan mengkonfirmasikan ke pihak Koramil guna mengetahui secara pasti tentang permasalahan pengibaran Bintang Kejora itu.
Termasuk siapa saja yang mengetahui akan persoalan itu diharapkan partisipasinya memberikan informasi, termauk barang bukti kepada penyidik. "Namun persoalan itu akan tetap ditindaklanjuti untuk mengetahui siapa sebenarnya pelaku dan dalang utama pengibaran Bintang Kejora tersebut," jelas Kapolres Fakhiri.
Menanggapi adanya pengibaran Bendera Bintang Kejora ini, Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yomboisembut menandaskan, bila dilihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya aksi pengibaran bendera itu bukan dilakukan oleh masyarakat adat Papua, tapi pihak lain yang dengan sengaja memanfaatkan situasi yang ada guna mengkambing hitamkan orang atau organisasi tertentu.
Kedua, jika memang orang adat Papua yang mengibarkan, maka orang itu digunakan oleh para penguasa yang memiliki kuasa, uang dan fasilitas yang kemudian oknum itu menjadi agen provokasi.
"Saya lihat ini bermuara bagaimana penguasa itu menjerat organisasi tertentu ke masalah hukum. Contohnya saja yang dulu ditemukan di kantor DAP ada senjata, padahal mana ada kami punya senjata?," tandas Forkorus di kediamannya, kemarin.
Menurutnya, setelah organisasi tersebut dijerat hukum, maka langkah selanjutnya penguasa itu membersihkan orang tadi gunakan itu guna tidak diketahui siapa yang menjadi pelaku yang sebenarnya.
Ditegaskan, jika dilihat dari lokasi pengibarannya, yaitu di belakang Koramil di Sentani, sudah pasti itu adalah orang pintar bukan orang bodoh. Dan orang itu sudah pasti diiming-iming dengan janji.
"Ya nyatakan bahwa pada dasarnya skenarionya sudah diatur sedemikin bagus untuk memojokan organisasi tertentu yang bertujuan memberikan efek jera," tukasnya lagi.
Ia juga mempertanyakan bahwa kenapa selama ini jika pihak TNI yang menemukan dan menahan BB Bintang Kejora. Nah ini jelas suatu kejanggalan karena TNI tugasnya bertempur, dan kenapa itu tidak diserahkan ke Polisi yang punya kewenangan untuk melakukan penyidikan itu.
Ditambahkannya, setahu dirinya jika TPM menaikan Bintang Kejora, mereka tidak menaikan di belakang Kantor Koramil dan lainnya, tapi mengibarkan di markasnya atau tempat-tempat yang sudah dikhususkan. Dan itupun melalui prosesi penting, contohnya menyanyikan lagu kebangsaan.
Terkait dengan itu, diharapkan kepada masyarakat Papua supaya tetap tenang, jangan terpengaruh dengan isu yang tidak bertanggungjawab, jangan ikut jadi agen profokasi, supaya tidak terlibat dalam kasus hukum, karena itu tidak ada untungnya.
Sementara untuk Bendera Bintang Kejora yang berkibar di dua tempat di Kabupaten Keerom sempat diturunkan oleh anggota Polres Keerom setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, selanjutnya diamankan ke Mapolres Keerom bersama kayu sekitar 3 meter yang digunakan untuk menancapkan bendera tersebut. Diketahui, bendera tersebut diperkirakan berukuran 1 meter x 72 cm. Hingga kini pelaku pengibaran belum diketahui, diduga mereka langsung melarikan diri setelah mengibarkan bendera tersebut, seperti kejadian-kejadian sebelumnya.
Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto saat dikonfirmasi membenarkan adanya pengibaran bendera Bintang Kejora tersebut. Hanya saja, Kapolda mengakui baru mendapatkan laporan pengibaran bendera bintang kejora tersebut di dua tempat di Keerom.
"Sesuai laporan yang saya terima hanya di daerah Keerom saja, itupun sudah diantisipasi," kata Kapolda Bagus Ekodanto di Lapangan SPN Jayapura usai upacara HUT Bhayangkara ke-63, 1 Juli 2009 kemarin.
Kapolda mengatakan informasi yang diperolehnya, bahwa pengibaran bendera Bintang Kejora itu ditempatkan di depan pagar sekolah SMPN 1 Keerom dan beberapa meter jalan arah bukit di Kampung Workwama, Keerom.
Kapolda menilai pelaku yang mengibarkan merupakan masyarakat yang tidak puas, karena kesejahteraan atau hal lainnya sehingga melakukan hal tersebut. "Itu bentuk mencari perhatian saja," ungkap Kapolda.
Yang jelas, tegas Kapolda Bagus Ekodanto, pelaku pengibaran Bendera Bintang Kejora tersebut, jelas melakuakn pelanggaran terhadap ketertiban umum. " Mereka melanggar ketertiban umum, maksudnya dalam arti kepentingan orang per orang, bukan kelompok. Yang pasti, dilakukan oleh orang perorang dan sampai saat ini belum ada yang mengaku bertanggungjawab," ujarnya.
Sementara itu ditanya kekuatan TPN/OPM di Papua? Kapolda mengakui belum tahu secara persis, namun yang jelas kelompok tersebut ada di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, perbatasan Papua New Guinie (PNG) namun relatif kecil jumlahnya.
Kapolda menegaskan bahwa pada peringatan HUT Bhayangkara 1 Juli 2009 ini, jauh relatif aman di seluruh Papua, apalagi kesadaran masyarakat juga makin meningkat, karena mereka mengetahui bahwa pengibaran Bendera Bintang Kejora tersebut merupakan kepentingan orang-orang tertentu saja.
Khusus di Tingginambut, Puncak Jaya, Kapolda mengungkapkan bahwa 3 hari lalu, sempat terjadi insiden penembakan terhadap iring-iringan masyarakat yang membawa bahan makanan lewat jalan dari dari Wamena-Mulia, namun namun tidak ada korban jiwa dan hanya mengenai kendaraan saja. "Tim saya dari Brimob juga sudah lidik di Tingginambut," ujarnya.
Terkait dengan pengamanan Pemilu presiden yang sudah dekat, Kapolda menambahkan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan KPU Provinsi Papua untuk mempersiapkan Pemilu lebih baik, sehingga pihaknya berharap pelaksanaan Pilpres lebih baik dari Pemilu legislatif beberapa bulan lalu. "Semoga tidak terjadi ( gangguan keamanan, red) dan kita terus lakukan upaya untuk mengantisipasinya," imbuhnya. (nls/bat)

selengkapnya......

Sabtu, Juli 04, 2009

Kontak Senjata di Yapenwaropen, Satu OPM Ditangkap Polisi


JAKARTA, KOMPAS— Pada Kamis (2/7), telah terjadi kontak senjata antara Polri dan anggota Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) di Yapen Waropen, Papua. Satu orang anggota TPN OPM terluka dan satu orang tertangkap oleh Polri.

"Alhamdulillah, kemarin ada kontak senjata di Yapen Waropen, Desa Poiway. Berhasil ditangkap satu anggota kelompoknya si Eric Manitori," ujar Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (3/7). Satu orang yang tertangkap itu bernama Natanael (27) yang beralamat di Korongbobi, Serui.

Bersama Natanael, Polri juga mengamankan sejumlah barang bukti. Barang bukti itu berupa empat senjata laras panjang rakitan, satu pelontar granat rakit, sebuah pistol rakit, empat sangkur, satu badik, tujuh pisau tulang beracun, delapan amunisi SS1, LE dan moser masing-masing tiga butir, dua butir revolver, tiga buah bendera bintang kejora, 14 ikat kepala jimat warna merah, dan lima berwarna hitam.

Selain itu, Polisi juga menyita tujuh seragam loreng OPM, bahan makanan sagu, 203 lembar kartu tanda anggota TPN OPM, dokumen rencana penyerangan bandara Kapeso, 17 busur dan 144 anak panah 144 serta sebilah bambu runcing. Ada juga 16 kalung jimat, sembilan kalung salib, lima batu jimat, lima taring babi, sebuah ransel militer, tujuh Al kitab, dan foto lima lembar.

Sementara itu, anggota TPN OPM yang terluka dibawa kabur rekannya. Kapolri berencana menggelar operasi kepolisian untuk menciptakan kedamaian di wilayah tersebut. "Mudah-mudahan, insya Allah, ke depan kita akan gelar operasi kepolisian agar anggota kita dan masyarakat tenteram di sana," tuturnya.

selengkapnya......

Jumat, Juli 03, 2009

Polisi Indonesia Kembali Menewaskan Seorang Warga Sipil Papua di Enarotali


Enarotali, Aparat Kepolisian Indonesia kembali melakukan penembakan terhadap warga sipil Papua. Dari Enarotali Papua dilaporkan, polisi menembak mati seorang warga sipil bernama Mika Boma (40), Selasa (30/06) di Enarotali Papua. Sementara, 3 orang lainnya masih kritis. Mereka antara lain, Pentetius Boma (40) tertembak pada bahu sebelah kanan; Marthen Pigai (27) tertembak pada perut dan mengakibatkan usus kecil keluar; dan Simon Keiya (22) tertembak pada kaki kiri.

Menurut pengakuan seorang saksi, Mika ditembak dari belakang dari jarak 10 meter dari halaman Brimob Aikai di Enarotali Paniai. Saksi tersebut mengatakan, “Kami tidak mengerti mengapa brimob menembak kami dari kantor mereka. Padahal, ini soal keluarga dan biasanya juga kami bisa selesaikan. Ini aneh. Mereka main tembak saja”.

Sekedar diketahui bahwa, minggu lalu tanggal 25 Juni 2009 polisi Indonesia menembak mati Willem Agapa (30) di depan pintu masuk rumahnya di kediamannya KPR Siriwini Kabupaten Nabire pukul 15.00 waktu Papua. Agapa dibunuh dengan cara disalibkan seperti Yesus dan ditembak dalam jarak sekitar 1,5 meter sehingga beberapa peluru bersarang dalam tubuhnya.

Sebelumnya lagi, militer Indonesia menembak mati Isak Psakor (16) warga Kampung Kibai, Arso Jayapura. Jadi, peristiwa-dan ditembak peristiwa ini terjadi hanya dalam satu pekan terakhir.

Sampai berita ini diturunkan, tiga korban lainnya masing-masing Pentetius Boma, Marthen Pigai dan Simon Keiya masih dirawat secara intensif di RSUD Nabire.***

selengkapnya......

Sabtu, Mei 30, 2009

KAMI SIAP DESAIN WEBSITE DAN BLOG SESUAI KEINGINAN ANDA

BALAIWEB NUSANTARA JUAL DOMAIN + HOSTIMG


OCEP- Anda telah berada di tempat yang tepat bila anda sorang pengusaha, instansi, organisasi, yayasan atau pemilik produk yang ingin mempunyai website sendiri (bukan gratisan) tapi tidak ingin boros mengeluarkan banyak dana, repot daftar domain, repot pilih tempat hosting.

bikin website dot com, dot net .dot org .dot info .dot biz .dot us .name, dll memberikan layanan jasa pembuatan website all in one, mulai design, domain, hosting dan pemeliharaan. Anda dapat mempunyai website sendiri tanpa meninggalkan konsentrasi terhadap bisnis yang sedang anda jalankan. Anda serius? silakan mendaftar di wesite kami www.balaiweb.com dan buktikan bahwa kami memang berkelas.

BalaiWeb Nusantara adalah penyedia layanan web hosting, registrasi nama domain ( .com .net .org .info .biz .us .name, dll ) / domain provider untuk Indonesia, dan web desain serta web development. Memberikan pelayanan dan kualitas yang terbaik adalah salah satu alasan untuk anda kami tercipta. Kecepatan menyebarkan informasi tentang Jasa, Produk, Layanan Publik dan lainnya merupakan salah satu tolak ukur kami untuk keberhasilan bisnis individu atau perusahaan anda.
BalaiWeb menggunakan server dengan teknologi masa kini, dilengkapi dengan control panel (cPanel versi terbaru) serta Fantastico, memudahkan anda dalam manajemen dan pembuatan website. Anda tidak perlu bingung, kami sediakan server dalam Negeri (Indonesia / IIX) dan Luar Negeri, semua server dapat di akses dari manapun secara cepat bilamana tersedia jaringan internet. Semaksimal mungkin kami kalkulasi dan berikan harga yang ekonomis dengan tidak mengurangi atau memberikan kualitas rendah. Melalui paket kami yang antara lain personal hosting, blog hosting, joomla hosting, web bisnis, web desain dan hosting dengan harga yang pantas dan terjangkau.
Kami siapa mendesain website sesuai dengan Anda telah berada di tempat yang tepat bila anda seorang pengusaha, instansi, organisasi, yayasan atau pemilik produk yang ingin mempunyai website sendiri

Call/ sms +6285244963003/ +6281226948788 Atas Nama Yosep Gobai (desain website khusus PaPua)
Call/sms (0274) 656-6326 Atas Nama mas Turino (dasain website khusus sejawa dan

selengkapnya......

Pendayagunaan Open Source Software - RDBMS & MySQL


OCEP. SQL (Structured Query Language) adalah bahasa query yang standard yang digunakan sebagai suatu bahasa sederhana dan dasar, yang memungkinkan Anda untuk berkomunikasi dengan database, membaca, menulis, dan memperoleh informasi yang berguna dari database. Meskipun sifatnya non-procedural, lebih mudah bekerja dengan SQL daripada dengan kebanyakan bahasa pemrograman seperti PHP, PERL, Java dan lain-lain, namun kadangkala menyulitkan untuk beberapa kasus yang rumit bagi mereka yang baru mengenal SQL. Perintah atau statement SQL yang paling sederhana yang memungkinkan seorang user dapat menampilkan atau memperoleh data dari suatu tabel adalah perintah atau statement SELECT. Sesuai dengan namanya, dengan perintah SELECT seorang user dapat memilih data yang spesifik dari tabel untuk menampilkannya.
SQL telah distandarisasi, dan versi saat ini mengacu pada SQL-92. Beberapa database yang mendukung SQL seharusnya menyesuaikan dengan standard SQL saat ini. Standarisasi SQL telah mejadikan SQL sebagai perangkat atau tool istimewa yang digunakan dalam pengembangan dan desain web. Sebagian besar program atau software untuk pengembangan aplikasi web, terutama Allaire's Cold Fusion dan Macromedia Dreamweaver Ultradev, mengandalkan pada SQL atau perintah-perintah SQL untuk menghubungkan dan memperoleh informasi dari database.

Flat file database adalah suatu database yang didesain menyertakan suatu tabel tunggal. Flat file database meletakkan seluruh data kedalam tabel tunggal, atau daftar, dengan kolom-kolom yang merepresentasikan seluruh parameter. Sebuah flat file bisa terdiri dari banyak kolom, seringkali dengan duplikasi data yang cenderung menyebabkan kerusakan data (data corruption). Jika Anda memutuskan untuk menggabungkan data diantara dua flat file, maka Anda harus melakukan copy dan paste informasi yang relevan dari satu file ke file yang lainnya. Disini tidak ada otomatisasi diantara dua flat file. Jika Anda memiliki dua atau lebih flat file yang berisi data alamat klien, sebagai contoh, klien telah berpindah alamat, maka Anda harus merubah secara manual alamat klien tersebut yang ada dalam setiap flat file. Perubahan informasi dalam satu file tidak memiliki sangkut paut dengan file lainnya. Flat file menawarkan fungsionalitas untuk menyimpan informasi, memanipulasi kolom-kolom, mencetak dan menampilkan informasi yang terformat, pertukaran informasi dengan orang lain melalui email dan melalui internet. Beberapa flat file bisa dikerjakan pada file-file eksternal, seperti text editor, agar memperluas fungsionalitas dan mengatur informasi yang berhubungan.
MySQL merupakan Database Management System SQL open source yang paling populer, yang dikembangkan, didistribusikan, dan didukung oleh MySQL AB. MySQL AB adalah sebuah perusahaan komersial, yang didirikan oleh para pengembang MySQL. MySQL AB adalah perusahaan open source generasi kedua yang menyatukan nilai-nilai dan metodologi open source dengan suatu model bisnis yang sukses.
1. MySQL adalah relational database management system
2. Software MySQL adalah open source
3. Database server MySQL sangat cepat, reliable, dan mudah digunakan
4. Database server cMySQL bekerja dalam client/server atau embedded system
MySQL mendukung entry-level SQL-92. Entry-level berisi serangkaian keistimewaan-keistimewaan yang mendefinisikan dasar-dasar pemenuhan SQL-92. Oracle menyesuaikan dengan SQL-89, yang mana adalah suatu sub-set dari tipe SQL-92 dengan tambahan tipe-tipe spesifik. Beberapa tipe SQL-92 dipetakan kedalam tipe-tipe oracle. PostgreSQL menggunakan suatu sub-set dari bahasa SQL92-99 yang diperluas dan bahasa SQL 3. Sintak tipe-tipe data SQL-92 dipetakan langsung kedalam tipe asli postgreSQL.
Program-program klien MySQL dapat dipanggil atau dijalankan dari command-line, seperti dari sebuah console prompt Windows, atau dari sebuah UNIX prompt shell. Ketika Anda menjalankan suatu program klien, Anda dapat menentukan opsi-opsi untuk mengontrol tindak tanduk dari program klien. Beberapa opsi menjelaskan kepada program klien tentang bagaimana menghubungi server MySQL. Beberapa opsi lainnya menjelaskan kepada program klien aksi yang manakah yang harus dilakukan.


selengkapnya......

Cara Desain Website dan cara mengelolah website



Ocep
. Setelah Anda selesai mendesain dan meng-upload file bukan berarti tugas kita sudah selesai. Apa artinya kita punya website tapi tidak ada orang yang tahu.Supaya website kita dikenal orang ada beberapa cara yang bisa kita lakukan, yaitu :

1.Daftarkan ke search engine
Search engine banyak digunakan orang untuk mendapatkan alamat suatu situs berdasarkan keyword yang mereka masukkan. Di internet sekarang ini terdapat ratusan bahkan ribuan seach engine mulai dari yang ecek-ecek sampai yang besar, yang dikelola secara profesional. Anda tidak harus mendaftar web Anda ke semua search engine tersebut, tapi daftarkan saja ke beberapa searach engine yang terkenal yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Untuk pendaftarannya terdapat perbedaan antara satu search engine dengan search engine lainnya. Yang pertama, pada saat Anda mendaftar pada suatu search engine Anda harus memasukkan keyword dan deskripsi singkat tentang web site Anda. Contohnya Search Indonesia, Catcha, dll. Yang kedua, pada saat


mendaftar Anda cukup menunjukkan URL website Anda. Setelah itu search engine tersebut akan "menjelajah" ke web Anda dan mencari keyword dan deskripsi yang terletak pada meta tag halaman web Anda. Untuk itu sebelum upload, pastikan bahwa Anda telah menuliskan meta tag tersebut dengan benar. (Jika Anda belum tahu tentang meta tag, lihat pada source code HTML pada halaman utama web site ini, filenya bernama index.shtml)


2.Ikut Banner Exchange
Ini cara lain untuk mengenalkan web kita. Dengan mengikuti pertukaran banner maka Anda diwajibkan untuk menampilkan banner orang lain (yang menjadi anggota) pada situs Anda. Dan sebaliknya banner Anda pun akan ditampilkan pada situs lain. Ukuran banner yang digunakan biasanya 468 x 60 pixel. Untuk membuat banner Anda dapat menggunakan Adobe PhotoShop, dan untuk membuat animasinya Anda dapat menggunakan Ulead Gif Animator. (by watage)

selengkapnya......

Rabu, Mei 06, 2009

Man died after being shot by Jayapura police


gus Ohee, a resident of Harapan village, Jayapura regency, Papua, who was shot by local police during an attempted arrest, died in Sentani hospital on Wednesday morning.

Agus was reportedly shot at around 5 a.m. local time (3 a.m Jakarta time) on Wednesday and was taken to the hospital, where he was pronounced dead at around 6 a.m..

Jayapura Police chief Adj. Sr. Comr. Mathius Fakhiri told Antara news agency said the incident occurred when local police attempted to arrest a local resident Salmon Ohee, who was drunk and was blocking a main road.

Agus, who was trying to stop the police officers, attacked one of the officer with a bayonet blade. An officer later fired a shot at his leg.

Following the incident, local residents are still blocking the road, which is the only access to Sentani Airport, with stones and logs.

Hundreds of passengers missed their flight, after failing to go through the blockade.

At the time of writing, local police are still making persuasion efforts to open the blockade.

selengkapnya......

Selasa, Mei 05, 2009

Bintang Kejora Berkibar Lagi di Papua

Bendera separatis itu dikibarkan di atas pohon. "Baru sore hari diketahui."

VIVAnews - Separatisme masih mengancam Papua. Indikasinya, bendera bintang kejora yang merupakan lambang organisasi Papua Merdeka (OPM) berkibar di Desa Wana Kombi, Kabupaten Yapen Waropen, Serui Papua, Senin 4 Mei 2009.

Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Bagus Ekodanto mengatakan bendera separatis itu dikibarkan di atas pohon. "Baru sore hari diketahui setelah warga melapor," kata Kapolda, Selasa 5 Mei 2009.

Ditambahkan dia, belum diketahui kelompok mana yang mengibarkan bendera tersebut. Polisi sedang menyelidiki pelaku pengibaran.

Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Yapen Waropen, Ajun Komisaris Besar Iwan Setiawan mengatakan polisi telah menyita bendera. Polisi juga sedang memburu para pelaku pengibaran bintang kejora.

"Jarak antara kampung Wana Kombi tempat


Jarak antara kampung Wana Kombi tempat pengibaran bendera dengan markas polres ditempuh dalam waktu 2 jam perjalanan dengan kapal dan 1,5 jam jalur darat," kata dia ketika dihubungi Selasa siang.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Fakfak menjatuhi vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada para tersangka kasus makar dan pengibaran bendera Bintang Kejora di Gedung Papera Jalan Kartini Fakfak, pada 19 Juli 2008.

Para terdakwa yakni Viktor Tuturop, Benediktus Tuturop, Telis Piahar, dan Tomas Nimbitkkendik dijerat dengan pasal makar yakni Pasal 106, Jo Pasal 107, dan Jo Pasal 110 KUHP.

selengkapnya......

Gubernur: Integrasi Papua ke NKRI Sudah Final


WAMENA -Puncak peringatan kembalinya Papua ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilaksanakan di Monumen Pepera Wamena, Jumat (1/5) dan dihadiri Muspida di lingkungan Pemkab Jayawijaya, veteran, TNI/Polri, Tomas, Todat, Toga, organisasi pemuda dan mahasiswa.
Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II Setda Jayawijaya, Gad P Tabuni mengatakan, peringatan hari kembalinya Papua ke pangkuan NKRI mempunyai arti penting khususnya bagi pendidikan politik dan perluasan bagi bangsa Indonesia.
Peringatan tersebut telah terjadi peristiwa sejarah penting bagi rakyat Papua yaitu proses integrasi Papua ke dalam pangkuan NKRI melalui cara dan prosedur yang sah dan demokrasitis serta sudah diterima oleh masyarakat internasional.
Dikatakan, sehubungan dengan peringatan ini adalah sangat penting bahwa perlu melihat kembali segala pembangunan yang telah dilaksanakan sejak integrasi itu. "Dengan segala keterbatasan, kita telah melangkah maju mengukir segala hasil pembangunan hingga sampai era pembangunan yang harus dilaksanakan dalam kerangka UU Otsus,"tandasnya.


Meski Otsus sudah ada, tapi masih banyak masyarakat Papua yang miskin dan tidak dapat menolong dirinya sendiri di atas harta kekayaan mereka sendiri, oleh karena itu, di era kepeminpinannya, ada berbagai konsep besar yang telah digariskan untuk dilaksanakan yaitu dengan Respek yang sudah memasuki tahun ketiga.
Selaku Gubernur, pihaknya mengajak semua komponen masyarakat di Tanah Papua untuk menghilangkan perbedaan persepsi tentang persoalan intergrasi Papua ke dalam NKRI karena keberadaan Papua dalam wadah NKRI sudah final sesuai revolusi PBB No 2504 yang menyatakan Irian Barat (Papua) merupakan bagian integral dari NKRI.
Peringatan Kembali Papua ke NKRI juga diperingatai di merauke dalam bentuk upacara dengan inspektur upacara Wakil Bupati Merauke Drs Waryoto, M.Si.
Dalam sambutannya, Wabup Waryoto lebih banyak menjelaskan sejarah bagaimana Papua bisa bergabung kembali ke pangkuan NKRI. Yang menurutnya, pada tahun1945, beberapa tokoh pergerakan dari Jawa diasingkan oleh Belanda ke Irian Barat dan mereka berhasil melarikan diri ke Australia dan Pemerintah Australia mengembalikan mereka ke Indonesia karena adanya kesepakatan antara Australia dan Belanda sehingga mereka memanfaatkan kesepakatan tersebut untuk membentuk organisasi anti Belanda yang disebut organisasi Bawah Tanah ikut Republik Indonesia anti Nederland.
SUMBER CENDERAWASIHPOS

selengkapnya......

Jumat, Mei 01, 2009

International Lowyers For West Papua (ILWP)


WEST PAPUA (previously named Netherlands New Guinea by the Dutch and Irian Jaya by Indonesia) is the western half of the island of New Guinea, bordering the independent nation of Papua New Guinea. West Papua has been illegally occupied by the Indonesian military since it was handed over, against the will of the indigenous population, by the Netherlands to Indonesia in 1963.

For the past 45 years, successive Indonesian regimes have used extreme violence against the people of West Papua as the only possible way of terrorising them into submitting to rule by Indonesia.

Since 1963, at least 100,000 West Papuans have died at the hands of the Indonesian occupying forces, representing approximately 10% of the population. Countless others have been tortured, raped, intimidated and imprisoned.

As was revealed earlier this year (2008) by the UN Special Rapporteur on Torture, Dr Manfred Nowak, the Indonesian security forces are continuing to commit gross human rights abuses in West Papua to this day. In his report, Dr Nowak found that “torture and other forms of inhuman & degrading treatment or punishment of prisoners is widespread”. (1) He particularly condemned so-called “sweeping operations”, purportedly to counter the West Papuan independence movement, in which Indonesian Special Forces and para-military police kill and torture West Papuan civilians,
destroy crops and burn homes and churches, forcing hundreds of men, women & children to flee into the jungle to save their lives.

In 1970 the indigenous Melanesian populations of West Papua and PNG were equal at one million each. 40 years on there are now 6 million Melanesians in PNG but only a million and a half on the other side of the border in West Papua. During this same period, Indonesia’s trans-migration programme has brought in approximately one million Indonesian migrants to West Papua. It is estimated that within the next few years, indigenous Papuans will become a minority in their own land. (2)

In terms of natural resources (gold, copper, nickel, natural gas, timber etc.), West Papua is one of the richest
territories claimed by Indonesia, but in every measure of poverty and depravation (child mortality, education etc) it is one of the poorest.

Since 2000, the OPM (Free Papua Movement) has been committed to pursuing independence for West Papua through purely peaceful, democratic means. The Indonesian Government has however responded to this commitment with yet more violence against the West Papuans and an ever increasing military, police and intelligence presence.

These are the key steps towards peace with justice for West Papua:

(i) SELF-DETERMINATION: The root cause of the conflict is the denial of the West Papuans’ right to self-determination,
a right which was recognised by the international community throughout the 1950’s and ‘60’s. However, with the
help of General Suharto’s Western allies (in particular the USA, UK & Australia), Indonesia staged a sham referendum in 1969.

Cruelly called the “Act of Free Choice”, the Indonesian military hand-picked 1,026 Papuan elders to ‘represent’ a then population of 800,000, and forced them at gun-point to vote for Indonesia. Suharto and the West knew full well that if they had allowed the Papuans ‘one person-one vote’, as is required under international law, they would have voted overwhelmingly for independence.

In a landmark breakthrough after over 30 years of silence on the matter, the UK Government formally admitted in 2004 that in the 1969 ‘Act of Free Choice’, “1,000 handpicked representatives … were largely coerced into declaring for inclusion in Indonesia”. (3)

West Papuans are therefore calling for a new UN-monitored independence referendum, in the same way as the East Timorese were allowed to vote in a free and fair, one person-one vote referendum in 1999.

(ii) DIALOGUE: The West Papuans are calling on the Indonesian Government to enter into internationally-mediated dialogue, without pre-conditions, with genuinely representative West Papuan leaders. Indonesia has to date refused. Western governments claim the conflict is an “internal matter” and thus currently refuse to offer to mediate dialogue.

(iii) ACCESS: The Indonesian Government severely restricts access to West Papua for foreign journalists and international human rights observers, including Amnesty International.

(iv) DE-MILITARISATION: As a first step towards peace, West Papuans are calling on the Indonesian Government to halt all planned increases of its military (TNI) presence in West Papua and immediately withdraw the TNI, para-military Police (Brimob) and intelligence agents (BIN) to barracks. This would be a hugely important first step to reducing the currently highly charged and tense situation in West Papua. As Ms Hina Jilani, UN Special Representative on Human Rights Defenders, said on 28 January 2008 “A climate of fear undeniably prevails in West Papua”. (4)

Very recently (16 June 2008), the UK Government admitted “We are aware of reports of increased military presence in Papua, particularly along the border shared with Papua New Guinea”. (5)

(v) FREEDOM of EXPRESSION: West Papuans are calling on the Indonesian Government to allow them to exercise their rights to Freedom of Expression, Association & Assembly, particularly in relation to peaceful demonstrations in favour of self-determination & independence for West Papua (including peaceful raisings of the Morning Star flag), and immediately & unconditionally release all West Papuan political prisoners. Indonesia is currently in breach of its obligations under the International Covenant on Civil & Political Rights which it signed in 2006.

By way of example, two West Papuan independence activists, Filep Karma and Yusak Pakage, were sentenced in 2005 to 15 and 10 years imprisonment respectively for peacefully raising the Morning Star flag on 1st December 2004. Amnesty International has recognised them as Prisoners of Conscience and is campaigning for their immediate and unconditional release, together with all other Papuan political prisoners. (6)

(vi) DEMOCRACY: West Papuans are calling on the Indonesian Government to allow any Papuan in favour of self-determination / independence the freedom to pursue these aims via the democratic process. (At present any type of “Free West Papua Party” is illegal under Indonesian law.)

(vii) NATURAL RESOURCES & ENVIRONMENTAL JUSTICE: West Papua is blessed/cursed with abundant natural resources; gold, copper, nickel, natural gas, timber etc. With the help of Western multi-nationals such as BP
& Rio Tinto, Indonesia & the West are making vast profits at the expense of the West Papuan people and their
natural environment.

Many observers believe that Western governments' reluctance to condemn human rights abuses committed by the Indonesian military in West Papua is to avoid damaging their economic interests with Indonesia.

West Papua is almost entirely covered with virgin tropical rainforest, second only in size to the Amazon. It is therefore a key target for logging and clearance for palm oil production, one of the key ingredients for biofuels. This is made possible through widespread corruption involving the Indonesian military. West Papuans who object to natural resource exploitation are counted as “separatists” and “enemies of the state” and are threatened, tortured and killed by the Indonesian security forces. (7)

(viii) ARMS SALES TO INDONESIA: Western countries continue to sell arms to Indonesia despite overwhelming evidence that the Indonesian military uses such weapons to oppress civilian populations, including in West Papua.

For example, in 2005, British-made Tactica armoured personnel carriers fitted with water-cannons were deployed against unarmed West Papuan demonstrators in Jayapura, the capital of West Papua. The Indonesian Police mixed acid with the water, leaving many Papuans permanently blinded. (8)

CONCLUSION: Throughout the 45 year long Indonesian occupation, Western governments have turned a blind eye to Indonesian atrocities and oppression in West Papua to protect their economic and geo-political interests in Indonesia. But as the East Timor & Anti-Apartheid cases so powerfully illustrate, concerted parliamentary, religious and grass roots pressure can eventually persuade Western governments to put their peoples’ core values of justice, freedom, democracy and the rule of international law before narrow national self-interest. This is what the West Papuans so urgently need – now, before it is too late.

Richard Samuelson
Co-director, Free West Papua Campaign, Oxford, UK.
NOTES

(1) Report of the Special Rapporteur on torture and other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment, Manfred Nowak: MISSION TO INDONESIA 7 March 2008

“Mr Nowak found that torture and other forms of inhuman & degrading treatment or punishment of prisoners is widespread and "At some police stations, e.g. in … Polres Wamena [West Papua] …, severe beatings were ongoing as the Special Rapporteur conducted his visit."

The Special Rapportuer also particularly highlighted "the use of excessive force by [Indonesian] security forces"... "in particular in Papua" and called on the Government of Indonesia to "take all steps necessary to stop the use of excessive violence during police and military operations, above all in conflict areas such as Papua …". http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/7session/A.HRC.7.3.Add.7AEV.doc

(2) See: West Papua: Genocide, Demographic Change, the Issue of 'Intent', and the Australia-Indonesia Security Treaty by Dr. Jim Elmslie, University of Sydney, West Papua Project.(2007)

(3) “He [The Rt Revd Richard Harries, Bishop of Oxford] is right to say that [in the 1969 Act of Free Choice] there were 1,000 handpicked representatives and that they were largely coerced into declaring for inclusion in Indonesia” Baroness Symons (Foreign Office Minister) speaking in the House of Lords, 13th December 2004

(4) Report of the Special Representative of the Secretary-General Ms Hina Jilani on the situation of Human Rights Defenders on her visit to Indonesia (5-12 June 2007) 28 January 2008.

(5) Letter from Catherine Seaton, SE Asia & Pacific Group, Foreign & Commonwealth Office, London, to Richard Samuelson, Co-Director, Free West Papua Campaign (UK), 16 June 2008

(6) See Amnesty International UK Action on Filep Karma & Yusak Pakage:
http://www.amnesty.org.uk/actions_details.asp?ActionID=204

(7) See: The Last Frontier - Illegal Logging in Papua Report by the Environmental Investigation Agency & Telepak
http://www.eia-international.org/files/reports93-1.pdf

(8) Indonesia deploys British arms against protesters: The Observer (UK) 27 November 2005 http://www.guardian.co.uk/world/2005/nov/27/indonesia.armstrade

selengkapnya......

Danyon 751/BS Dicopot


SENTANI(PAPOS) -Tindakan prajurit kompi E Batalyon Infantri Yonif 751/BS, yang mengamuk di markas mereka di kawasan Jalan Raya Kemiri Sentani, Rabu (29/4) lalu, mendapat perhatian serius dari markas TNI AD di Jakarta. Tak tanggung-tanggung Kepala Staf TNI-AD Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo, tiba di Jayapura, Kamis (30/4) kemarin.

Dari kunjungan mendadak itu, Jenderal berbintang empat itu langsung mencopot tiga jabatan penting di markas militer tersebut. Mereka adalah, Letkol Inf Lambok Sihotang (Danyon), Kolonel Inf Raimon Fower Simanjuntak (Wandayon) dan Lettu Inf Marudud Simbolong (Pasi Intel), dari jabatannya.

Agustadi dalam kunjuganya kerjanya mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah pemeriksaan atas kasus ini baik unsur pimpinan maupun anggota, selain konsolidasi internal, memperbaiki kerusakan, dan menjawab tuntutan prajurit disesuiakan dengan kemampuan. Sementara menurut Kasad, keluhan lain seperti Koporlap yang sedang dalam perjalanan dilaut, penyediaan perumahan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan anggaran. “Kami akan melengkapi semua kebutuhan prajurit, tetapi akan sesuaikan dengan dana yang ada,” ujarnya.

Untuk sementara, tegas Kasad, hingga kini belum ada tersangka dalam kasus tersebut. Dihadapan wartawan dari berbagai media baik cetak maupun elektronik, Kasad yang didampingi Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI A.Y Nasution menegaskan dalam kasus tersebut tidak ada korban seperti yang diberitakan sejumlah media.

"Saya mohon wartawan jangan menambah-nambahin berita yang tidak benar termasuk dengan pemberitaan yang menyebutkan anggota membongkar gudang senjata," tegas Kasad seraya mengaku pemberitaan yang ditambah itu membuat masyarakat bertambah resah.

Kasad yang tiba di Jayapura dengan menggunakan pesawat komersial (GIA) itu mengaku, sebelumnya di ruang VIP Bandara Sentani telah mendapat penjelasan dari Pangdam XVII/Trikora Mayjen TNI A.Y Nasution. Jenderal Agustadi tiba di Jayapura sekitar pukul 09.30 WIT dan disambut oleh AY Nasution dan Wakapolda Papua Brigjen Pol Riadi Koni. Namun, pertemuan Pangdam dengan Kasad itu berlangsung tertutup.

Berbagai masukan yang disampaikan prajurit itu, aku Kasad, tidak dapat langsung terpenuhi karena keterbatasan dana yang diterima, namun diupayakan secara bertahap. Sementara itu, tentang keinginan ditingkatkannya pendapatan prajurit, dengan tegas Kasad mengatakan itu tergantung kebijakan pemerintah.

“Khusus untuk prajurit yang bertugas di Papua, pemerintah sudah menambah dengan memberi tunjangan kemahalan,” tegas Kasad seraya menambahkan bahwa dirinya juga pernah menikmati saat bertugas di Papua sebagai Kasdam XVII Trikora saat itu.

Sekedar diketahui, setelah melakukan tatap muka dengan prajurit Yonif 751/BS, Kasad langsung terbang mengunakan helly copter dari Sentani menuju Kompi E yang bertugas di Kerom untuk melihat secara langsung prajurit dilapangan.

PANGLIMA MINTA MAAF
Sementara di Jakarta, panglima TNI Jendral Djoko Santoso meminta maaf kepada masyarakat dan media massa yang terganggu akibat insiden di markas Bataliyon Infanteri (Yonif) 751/Berdiri Sendiri, Sentani Senin (29/4) lalu. "Kondisi disana sudah terkendali. Saya menyesalkan kejadian itu dan meminta maaf kepada masyarakat di Sentani yang terganggu kenyamanannya dan rekan-rekan media massa yang terusik keamanannya," kata Panglima usai menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Kamis (30/4) kemarin.

selengkapnya......
Template by : YOSEP GOBAI komunitas-paniai.blogspot.com