BERITA TERHANGAT DARI LINTAS BANGSA PAPUA BARAT ; ;

Selasa, Maret 31, 2009

Ingat! Pemilu Pilih ‘Dimi-Mana’ bukan ‘Puya-Mana’

Dimi-mana (bhs-Mee) dimi artinya pikiran, karakter, akal budi dan kebijaksanaan. Sedangkan, “mana” artinya tutur kata, bahasa, dan bunyi. Lalu, “puya mana” artinya bohong, tipu daya, tidak benar, keliru, tidak jelas. Jadi, pilih, dimi-mana bukan puya mana artinya contreng atau centang orang-orang yang memiliki pikiran, karakter, akal budi, kebijaksanaan dan hati yang baik serta memiliki keberanian untuk menyampaikan aspirasi rakyat melalui “mana”. Pesan, filosofis ini lebih jauh lagi adalah bahwa ia tidak memandang partai politik, asal suku, gunung/ pantai, perbedaan agama, putra daerah atau pendatang, sistem kekerabatan atau kekeluargaan, tanpa bayar suara (money politic), intinya bahwa pilih calon legislatif (caleg) yang benar-benar punya hati (kegepa pukika) untuk membangun daerah ini.
Pesta demokrasi tinggal hitung hari. Kurang lebih 17 hari lagi. Satu hari (tanggal 9 April) menentukan masa depan kabupaten ini kedepan selama 5 (lima) tahun. Bahkan, bukan satu hari tapi satu detik sangat berarti bagi kemajuan bangsa dan negara ini, terutama Kabupaten Nabire. Tanggal 9 April adalah hari penentuan, sebagai awal kemenangan dan kekalahan bagi para caleg. Menurut hemat saya, bagi para caleg yang tidak dipilih sebagai wakil rakyat, hari itu mungkin akan menjadi “awal menangung beban berat hidup” bagi kehidupan keluarga dan masa depannya. Mengapa? Karena pertama, semua/ sebagian sumber daya yang dimilikinya telah dijual atau disewakan. Kedua, membayar utang politik. Ketiga, rugi waktu, tenaga pikiran dan uang. Keempat, awal konflik sosial dalam hubungan keluarga karena tidak memberikan atau mendapatkan dukungan suara. Kelima, konflik internal partai, karena tidak adil dalam mendapat dukungan. Dan sebagainya dan seterusnya.

Sadar atau tidak sadar, demokrasi tanpa pemilihan umum bukanlah demokrasi hakiki. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota Legislatif DPR, DPRD Provinsi DPRD kabupaten dan Kota serta DPD pada pasal 1 disebutkan pemilihan umum disebut pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia, jujur dan adil. Jadi lewat pemilulah kedaulatan rakyat dilahirkan dan melalui pemilu rakyat dapat menentukan pilihannya secara bebas.
Selain itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Maka, semua pihak yang terlibat harus menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diamanahkan. Misalnya, KPU harus mampu menciptakan pemilu yang berkualitas dan sukses. Bawaslu/ Panwaslu dapat mengawasi pemilu ini lewat pengawasannya yang independen tanpa memihak siapa-siapa. TNI/ Polri dapat menciptakan suasana yang aman dan penuh kondusif. Peserta pemilu partai politik maupun calon legislator bisa duduk dengan elegan proporsional dan prefesional. Dan yang paling penting adalah peran masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya.
Sosialisasi melalui poster, stiker dan baleho yang memuat wajah-wajah para caleg telah, sedang dan akan terpasang di berbagai sudut kota Nabire dengan pesan-pesan singkat yang begitu menggoda. Sehingga, disini rakyat diminta untuk memahami, melihat dan menentukan siapa yang benar-benar berbicara untuk membangun kabupaten ini. Disisi lain, poster, stiker dan baleho ini menjadi malapetaka bagi pengguna jalan raya, dimana wajah kota menjadi berubah, misalnya tanda-tanda rambu lalulintas menjadi tidak terlihat, lampu traficlight tertutup, sehingga bisa menimbulkan korban jiwa. Untuk, itu panwas pemilu perlu memperhatikan hal-hal ini.
Cara-cara seperti ini memang merupakan trend baru didunia perpolitikan kita setelah diberlakukannya pemilihan langsung (pilkada) yang tidak kita jumpai dalam pemilu-pemilu yang lalu. Tetapi yang perlu diketahui oleh rakyat adalah pemilu bukanlah memilih wajah (ebe peka) yang telah terpampang di jalan-jalan. Selain itu, para caleg juga tidak lupa cantumkan nomor telepon seluler di media publikasinya. Tetapi menurut hemat saya, nomor-nomor itu adalah nomor sementara, karena kenyataan bahwa jika mereka terpilih sebagai anggota wakil rakyat di kursi empuk. Maka, nomor HP seperti ini kadang di luar jangkauan, padahal orangnya ada bersama rakyat yang mendukung dia untuk naik dalam mobil plat merah.
Setelah saya melakukan wawancara kepada beberapa orang caleg, jawaban yang saya dapatkan adalah “saya sudah mengantongi 1000-2000 suara”, hampir semua caleg jawabannya sama. Lebih aneh lagi adalah bahwa mereka sama-sama satu wilayah daerah pilihan (dapil). Jika, demikian yang menjadi pertanyaan adala masyarakat seperti apa yang dimaksud oleh masing-masing para caleg? Karena, sama-sama masyarakat yang menjadi target untuk mendapat suara adalah satu daerah pemilihan, hanya beda partai politik. Sebuah kekawatiran bagi saya adalah bahwa masyarakat/ rakyat saat ini sedang berada pada “persimpangan jalan kebingungan”. Mengapa? Karena “puya mana” (gula-gula) politik yang diberikan oleh para caleg kepada masyarakat itu semua manis, walau beda partai. Selain itu, yang saya khawatir juga adalah jika tidak mendukung, maka ini merupakan momen untuk munculnya konflik sosial terutama bagi kelurga yang masih ada hubungan kekerabatan.
Pesan-pesan singkat yang mempesona, yang menjadi kata-kata bijak bagi para caleg misalnya, “berjuang untuk rakyat, pilih partai salib, bangkit bersama kami untuk perubahan, membela yang benar, mohon dukungan dan doa restu, bersama kita bisa” dan sebagainya. Tidak berhenti sampai disitu, wajah-wajah yang mungkin sebelumnya kita tidak kenal, banyak bermunculan dengan berbgai gaya masing-masing. Wajah-wajah ganteng dan cantik belum tentu dimi-mana juga ganteng dan cantik. Selain itu, keberhasilan sebuah partai di tingkat provinsi atau pusat, belum tentu akan mempengarui ditingkat kabupaten dari partai itu. Karena, yang mempengaruhi itu bukan nama partai, tetapi yang menentukan adalah orang-orang yang akan duduk di kursi empuk.
Pemilih tidak akan menemui wajah caleg dalam kertas suara. Yang akan kita contreng sebagaimana maraknya pemasangan atribut gambar wajah seperti di ruas-ruas jalan atau ruang publik kota Nabire, tetapi yang ada hanya tanda gambar partai dan nomor urut dan nama calon legislator. Maka jauh-jauh hari kenalilah para calon legislator lewat sosialisasi dan kampanyenya. Oleh karena itu tentukanlah hak pilih anda, sesuai dengan hati nurani anda. Karena anda yang memilih dan anda yang menentukan masa depan kota ini selama 5 tahun.
Rakyat harus hati-hati dalam menentukan pilihnnya. Karena, semua orang (para caleg) memiliki visi dan program untuk membangun daerah ini. Jika demikian menurut hemat saya, semua visi dan program itu perlu kita tinjau dengan konsep melihat “dimi-mana” mereka dari masing-masing caleg. Dan satu hal yang tidak kalah penting adalah rakyat sebaiknya menentukan pilihannya berdasarkan dimi-mana dan pengalaman hidup, bukan berdasarkan kekeluargaan, kesamaan suku asal, sama marga, sama-sama pantai atau gunung dan apapun relasi yang dimilki kepada siapapun dia. Semua, caleg mempunyai program yang baik untuk membangun. Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah siapa yang akan mewujudkan program itu (pekerja/ pelaksana lapangan) karena banyak orang Papua tidak mau hidup sabar bersama rakyat kecil yang ada di balik gunung dan di tengah samudra. Karena, semua mahasiswa dan sarjana (seperti saya) telah mengidap budaya “ikut-ikutan”. Ramai-ramai menumpangi sebuah kapal tanpa nakoda, entah kemana arah kapal itu. Enaimo; Dou-Gaii-Ekowai (Bersama; Melihat, Berpikir dan Bekerja/ Membangun).

*) Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur, Kuliah di Yogyakarta. Dan pendiri Lembaga Studi Kampung-Kota dan Pengembangan Arsitektur Papua
Oleh: Yunus E. Yeimo *)



0 komentar:

Template by : YOSEP GOBAI komunitas-paniai.blogspot.com