Dua Tahun Sekolah di Gedung Gereja
sumber (simpa) e-mail: alebu_mogopia@yahoo.co.id
FASILITAS belajar yang lengkap merupakan dambaan semua lembaga pendidikan, karena dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan semangat belajar anak didik, yang tentunya akan berimplikasi pada mutu dan prestasi siswa itu sendiri.
Tetapi bagaimana dengan mereka yang belajar tanpa sarana dan prasaran pendukung? Di lubuk hati pasti mereka juga ingin menikmati pendidikan dengan fasilitas yang komplit, meski sebenarnya keinginan itu masih sebuah mimpi.
Minimnya sarana dan prasana pendukung kini dialami oleh lembaga sekolah dasar yang bernaung dibawah Yayasan Pendidikan Persekolahan dan Gereja Indonesia (YPPGI) Meuwo.
Sejak dua tahun lalu pasca kerusuhan di Kwamki Lama 2006, pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak lagi dilaksanakan dalam gedung layaknya lembaga sekolah lainnya. Sekolah yang terpaksa dipindahkan ke Timika, kini melaksanakan KBM di salah satu rumah ibadah di Timika Indah.
Membangun gedung sekolah yang 99 persen anak didiknya adalah putra daerah itu, masih jauh dari harapan. Anak-anak dengan latarbelakang orang tua yang kurang mampu membuat pihak sekolah tidak meminta dukungan dana dari orang tua untuk membangun sebuah gedung sekolah.
Karena tidak ada tempat bagi anak-anak untuk melaksanakan KBM meluluhkan hati jemaad gereja KINGMI dengan memberi ijin gedung gereja untuk dijadikan sarana belajar bagi sekitar 332 anak didik.
Tempat tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa kelas yang hanya dibatasi dengan papan tulis. Memang agak rumit suasana belajar seperti ini, karena tentu konsentrasi belajar akan terganggu dengan keadaan di sekitarnya.
"Kondisi kelas yang terbuka kadang membuat mengganggu konsentrasi belajar anak. Tapi mau bagaimana lagi yang terpenting mereka bisa mendapatkan pelajaran,"ujar Petrus Pakage, Kepala Sekolah SD YPPGI Meuwo kepada Radar Timika pekan kemarin.
Melaksanaan KBM dalam suatu ruangan besar dengan tingkatan kelas yang berbeda, jelas sangat menggangu pelaksanaan KBM. Apalagi kelas I umumnya didominasi anak-anak yang masih suka ribut ketika proses belajar mengajar berlangsung. "Tapi bagaimanapun tetap harus dijalani karena kalau tidak anak-anak mau belajar dimana,"tuturnya.
Selain ruangan, kondisi meja yang saat ini digunakan tidak efektif. Maklum yang digunakan bukan meja belajar, tetapi anak didik menjadikan sandaran bangku sebagai alas untuk menulis.
Meski kondisi fasilitas belajar tidak mendukung namun membuat guru dan anak didik patah semangat. Mereka terlihat aktif menjalankan kegiatan belajar mengajar. "ami sebagai guru tetap menjalankan kewajiban dengan baik,"tuturnya.
Masihkah kita terus mengkampanyekan bahwa akan memberikan perhatian penuh terhadap sektor pendidikan, jika mereka yang ada di depan mata saja belum sepenuhnya tersentuh. Terus bagaimana dengan pengembangan pendidikan yang jauh di pelosok Mimika? Kita berharap tidak lebih parah dari yang kini dialami anak-anak SD YPPGI Meuwo, Timika Indah.
Kongres Rakyat Papua III Tetap Digelar
-
JAYAPURA –Ketua Panitia Pelaksana Kongres Papua III, Selpius Bobii,
didampingi beberapa tokoh adat dan tokoh pemuda Papua menyatakan kongres
Papua III teta...
12 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar